Dalam ajaran Islam, berkurban merupakan tindakan ibadah yang dianjurkan bagi setiap individu yang mampu, terutama pada hari raya Idul Adha dan tiga hari sesudahnya. Hal ini sebagai wujud mendekatkan diri kepada Allah SWT, sebagaimana yang diajarkan dalam hadits shahih Nabi Muhammad SAW.
Namun, terkadang dalam kehidupan rumah tangga, situasi keuangan bisa menjadi halangan bagi seorang suami untuk membeli hewan kurban. Dalam hal ini, apakah dibolehkan bagi seorang suami untuk menggunakan dana istri untuk membeli hewan kurban? Dan bagaimana status hukum kurban yang dilakukan dengan dana tersebut?
Imam Ramli dalam kitabnya, Nihayatul Muhtaj, menjelaskan bahwa berkurban adalah sunah yang sebaik-baiknya amal di hari penyembelihan. Hukum berkurban ini termasuk dalam sunah kifayah, artinya sudah mencukupi jika satu anggota keluarga melaksanakannya. Jika suami menggunakan dana istri untuk berkurban, maka kesunahan berkurban bagi keluarga telah terpenuhi dengan baik.
Dalam ibadah kurban, juga diperbolehkan untuk berserikat pahala (tasyriku tsawab). Artinya, pahala kurban yang seharusnya hanya untuk satu orang bisa juga dinikmati bersama-sama. Namun demikian, penting untuk dicatat bahwa pahala kurban satu kambing hanya berlaku untuk satu individu saja kecuali adanya perjanjian ‘berserikat pahala’ antara suami dan istri.
Dengan demikian, sang suami dapat menggunakan dana hibah dari istri untuk berkurban tanpa masalah. Namun, perlu diingat bahwa pahala dari ibadah kurban tetap hanya untuk pelaksana kurban tersebut kecuali jika terdapat kesepakatan ‘berserikat pahala’. Semoga penjelasan ini membantu memperjelas pandangan terkait kewajiban berkurban dalam rumah tangga.