Tawaf adalah bagian penting dari rangkaian ibadah haji yang wajib dilakukan oleh jamaah haji. Hal ini melibatkan mengelilingi Ka’bah di Masjidil Haram, Makkah sebanyak tujuh kali. Ibadah tawaf memiliki makna yang mendalam dalam Islam sebagai bentuk penghormatan dan pengabdian kepada Allah SWT. Tawaf juga menjadi momen yang menghadirkan perasaan persaudaraan dan persatuan di antara umat Muslim, mencerminkan keberagaman dan persatuan dalam agama Islam.

Meskipun sebaiknya tawaf dilakukan dengan berjalan kaki, namun bagi beberapa lansia atau orang dengan keterbatasan fisik, melaksanakan tawaf dengan berjalan bisa menjadi sulit atau tidak memungkinkan. Dalam konteks ini, para ulama Islam terkemuka telah membahas penggunaan kursi roda dalam tawaf. Mereka sepakat bahwa individu yang mengalami keterbatasan fisik yang signifikan yang menghalangi mereka untuk berjalan atau berdiri dengan lancar, dapat menggunakan kursi roda saat menjalankan tawaf.

Imam Nawawi, salah satu ulama terkemuka dalam mazhab Syafi’i, menyatakan bahwa tawaf dengan kursi roda diperbolehkan bagi individu yang mengalami keterbatasan fisik yang memang menghalangi mereka dari berjalan atau berdiri. Pendapat ini didasarkan pada prinsip inklusi dan keadilan dalam Islam, di mana setiap individu harus diberikan kesempatan yang sama untuk melaksanakan ibadah.

Imam Syafi’i juga mengizinkan penggunaan kursi roda dalam tawaf jika tawaf dengan berjalan akan menyebabkan kesulitan atau bahaya bagi jamaah tersebut, seperti pada orang yang sudah tua atau memiliki masalah keseimbangan atau kelemahan otot yang signifikan.

Dalam Islam, aksesibilitas dan inklusi merupakan nilai-nilai yang sangat dihargai. Penggunaan kursi roda atau kendaraan lainnya oleh individu dengan keterbatasan fisik yang signifikan diperbolehkan agar mereka dapat berpartisipasi secara penuh dalam ritual tawaf. Para ulama telah menekankan perlunya memberikan aksesibilitas yang sama kepada semua individu, serta mendukung penggunaan kursi roda dalam ibadah tawaf.