Dalam konteks demokrasi modern di Indonesia, setiap warga negara, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki hak yang sama untuk terlibat sebagai pemilih maupun calon yang dipilih. Namun, bagaimana pandangan Islam terkait peran perempuan dalam ruang politik?
Persepsi yang salah bahwa perempuan hanya sebagai pelengkap dan tidak seharusnya terlibat dalam ranah publik, termasuk politik, masih sering muncul dalam pemahaman masyarakat terhadap ajaran Islam. Beberapa argumen mendukung pandangan ini antara lain merujuk pada anggapan bahwa perempuan dianggap kurang mampu secara intelektual dibandingkan laki-laki.
Meski demikian, jika kita kembali pada sumber-sumber utama ajaran agama Islam, prinsip kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam berperan di ruang publik, termasuk dalam politik, dapat ditemukan. Dalam Al-Quran, Allah menegaskan bahwa amal saleh dilakukan oleh siapapun, baik laki-laki maupun perempuan yang beriman, akan mendapat pahala yang sama.
Penafsiran ulama seperti Syekh Muhammad Mutawalli As-Syar’awi juga menegaskan bahwa hak asasi dan kesetaraan gender merupakan prinsip universal dalam Islam. Amal saleh tidak hanya terbatas pada aktivitas privat, tetapi juga mencakup keterlibatan dalam kegiatan publik, termasuk dunia politik.
Fatwa dari Ulama Yordania juga menegaskan bahwa tidak ada larangan bagi perempuan untuk mencalonkan diri atau dipilih sebagai anggota parlemen berdasarkan kualifikasi dan kemampuannya. Hadits yang menyatakan sebaliknya diinterpretasikan dalam konteks spesifik pada waktu dan tempat tertentu.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Islam memandang perempuan dan laki-laki memiliki posisi yang setara dalam politik praktis, baik sebagai pemilih maupun calon yang dipilih. Yang terpenting adalah kemampuan, integritas, dan tanggung jawab dalam menjalankan tugas politik yang dipercayakan.