Dalam mazhab Syafi’i, salah satu hal yang dapat membatalkan wudhu adalah tidur. Tidur dalam posisi selain duduk dianggap membatalkan wudhu, termasuk tidur telentang atau dengan posisi bersandar. Bahkan tidur dalam posisi duduk namun tubuh bergerak sehingga pantat terangkat juga dianggap membatalkan wudhu.
Hal ini didasarkan pada hadits yang menyatakan bahwa kedua mata adalah tali bagi dubur, dan ketika seseorang tertidur, tali ini terbuka sehingga disarankan untuk berwudhu setelah tidur.
Beberapa riwayat hadits tersebut termasuk di antaranya dari Abu Dawud, Ibnu Majah, Imam Ad-Darimi, dan Imam Ahmad. Ulama Mazhab Syafi’i menyatakan bahwa tidur menyebabkan kewajiban berwudhu jika seseorang hendak melakukan aktivitas yang memerlukan wudhu, seperti shalat atau memegang mushaf.
Meskipun pada dasarnya tidur tidak membatalkan wudhu, namun kewajiban berwudhu setelah tidur timbul karena adanya alasan hukum yang mengkhawatirkan keluarnya angin dari dubur tanpa disadari selama tidur. Hal ini menjadi suatu bentuk kehati-hatian untuk menjaga kesucian ibadah.
Dalam perspektif Mazhab Syafi’i, wudhu setelah tidur dianggap sebagai suatu kewajiban untuk menjaga kesucian dan kebersihan dalam melaksanakan ibadah. Wallahu a’lam.