Diskusi mengenai hubungan antara Islam dan negara selalu menarik untuk disimak, terutama di Indonesia. Sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tahun 1945, perdebatan mengenai sistem pemerintahan Islam menjadi topik yang tak pernah selesai. Secara umum, terdapat tiga pandangan utama terkait hal ini di Indonesia:
- Kelompok yang mendukung sistem syariat Islam atau khilafah sebagai dasar negara.
- Kelompok yang menginginkan sistem pemerintahan apapun selama berdasarkan nilai-nilai keislaman.
- Kelompok ekstrem yang menginginkan pemisahan total antara agama dan negara (sekuler).
Salah satu tokoh ulama NU, KH Afifudin Muhajir, dalam karyanya yang berjudul “Fiqh Tata Negara; Upaya Mendialogkan Sistem Ketatanegaraan Islam,” menjelaskan bahwa tujuan utama dari pemerintahan Islam adalah implementasi syariat Islam dan didasarkan pada prinsip-prinsip Islam. Dalam hal ini, seorang pemimpin atau Imam memiliki dua tugas utama, yaitu menjaga agama dan mengatur dunia.
KH Afifudin juga menegaskan bahwa dalam sistem pemerintahan Islam, terdapat lima prinsip dasar yang harus ada:
- Kesetaraan: Menegaskan bahwa semua manusia memiliki derajat, kewajiban, dan hak yang sama tanpa memandang perbedaan apapun.
- Keadilan: Keadilan merupakan prinsip asasi dalam Islam yang harus ditegakkan dalam segala aspek kehidupan.
- Musyawarah: Musyawarah menjadi sarana penting dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kehidupan umat.
- Kebebasan: Setiap individu memiliki hak kebebasan yang melekat padanya.
- Pengawasan Rakyat: Rakyat memiliki hak untuk mengawasi dan memberikan kritik kepada pemimpin yang dipilihnya.
Menyadari pentingnya penerapan prinsip-prinsip dasar pemerintahan Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, diharapkan mampu menciptakan kesejahteraan bagi umat, baik di dunia maupun di akhirat. Semoga pemahaman ini dapat menjadi landasan untuk memperkuat fondasi negara dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.