Pembunuhan adalah sebuah tindakan yang sangat dilarang dalam ajaran agama. Hadis-hadis yang disampaikan memberikan peringatan akan bahayanya melakukan pembunuhan, terutama ketika melibatkan nyawa seorang muslim yang dianggap mulia di hadapan Tuhan.

Dalam sebuah hadis, disebutkan bahwa hancurnya dunia ini lebih ringan di sisi Allah daripada terbunuhnya seorang muslim. Ancaman dosa yang begitu besar juga diberikan bagi pembunuh seorang muslim. Bahkan, disebutkan bahwa jika seluruh penduduk langit dan bumi bersatu untuk membunuh seorang muslim, maka mereka semua akan ditenggelamkan dalam neraka.

Namun, bagaimana jika seorang prajurit mendapatkan perintah untuk melakukan pembunuhan dari atasannya? Apakah hadis-hadis tersebut tetap berlaku bagi prajurit tersebut? Dalam konteks ini, Imam al-Syirazi memberikan penjelasan terkait tanggung jawab seorang prajurit dalam menerima perintah pembunuhan.

Imam al-Syirazi menjelaskan bahwa jika seorang penguasa memerintahkan seseorang untuk membunuh tanpa alasan yang benar, maka konsekuensi pembunuhan tersebut akan ditanggung oleh penguasa jika yang diperintah tidak mengetahui bahwa tindakan tersebut tidak benar. Namun, jika yang diperintah mengetahui bahwa tindakan tersebut tidak benar, maka ia lah yang akan bertanggung jawab atas hukuman yang diterima.

Dari penjelasan Imam al-Syirazi, dapat dipahami bahwa jika perintah pembunuhan itu sah, seperti dalam kasus petugas algojo yang melaksanakan hukuman mati, maka hal tersebut tidak menimbulkan masalah. Namun, jika pembunuhan dilakukan tanpa alasan yang benar, maka tanggung jawabnya akan kembali kepada si penerima perintah dan pemberi perintah.

Dalam situasi ini, atasan pemberi perintah tetap akan mendapat sanksi hukum karena bertanggung jawab sebagai biang keladi dari tindakan pembunuhan yang dilakukan. Semoga penjelasan ini dapat memberikan pemahaman yang lebih jelas mengenai tanggung jawab seorang prajurit dalam menerima perintah pembunuhan.