Dalam perspektif hukum Islam, pembunuhan tidak sengaja merupakan perbuatan yang tetap memiliki konsekuensi hukum meskipun dilakukan tanpa kesengajaan. Kasus semacam ini dikenal sebagai pembunuhan khatha` (keliru) dalam kajian hukum fikih.
Terdapat tiga unsur yang mesti dipertimbangkan dalam menangani kasus pembunuhan tidak sengaja, yaitu adanya perbuatan yang mengakibatkan kematian seseorang yang dijaga darahnya (ma’shum), tindakan tersebut murni karena kesalahan, dan adanya keterkaitan langsung antara perbuatan keliru tersebut dengan kematian korban.
Meskipun tidak disengaja, pembunuhan tetap dianggap sebagai tindak pidana yang memerlukan penegakan hukum. Alquran surat an-Nisa: 92 secara jelas mengatur konsekuensi hukum dalam kasus pembunuhan tidak sengaja.
Menurut Kitab Ghayah al-Ikhtishar, pembunuhan tidak sengaja terjadi ketika seseorang melakukan suatu tindakan yang seharusnya tidak menyebabkan kematian namun akhirnya mengakibatkan kematiannya. Dalam kasus ini, tidak ada balas bunuh yang dikenakan, melainkan pembayaran diyat yang diringankan bagi waris ‘aqilah dan dibayarkan dalam waktu tertentu.
Lebih lanjut, Kitab Kifayah al-Akhyar menjelaskan bahwa pembayaran diyat yang diringankan dalam kasus pembunuhan tidak sengaja dapat berupa unta dengan jumlah tertentu dan dikenakan kepada waris ‘aqilah si pelaku. Pembayaran ini juga dapat diangsur selama 3 tahun.
Sebagai bentuk penyesalan atau taubat, si pelaku juga diwajibkan membebaskan budak mukmin atau menjalani puasa selama dua bulan berturut-turut. Demikianlah konsekuensi hukum yang berlaku dalam kasus pembunuhan tidak sengaja menurut perspektif hukum Islam.