Pembunuhan adalah perbuatan yang sangat dilarang dalam agama Islam dan dianggap sebagai dosa besar. Dalam Al-Qur’an surat Al-Isra ayat 33, Allah SWT menyatakan larangan membunuh jiwa yang diharamkan-Nya kecuali dengan alasan yang benar. Jika seseorang dibunuh secara zalim, maka hak warisnya memiliki hak untuk mendapat ganti, namun tidak boleh melampaui batas dalam membalas pembunuhan tersebut.
Dalam hukum Islam, pembunuhan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu sengaja, serupa sengaja, dan tidak sengaja. Kali ini, kita akan fokus pada pembunuhan serupa sengaja atau yang dikenal sebagai syibh ‘amd.
Syibh ‘amd atau ‘amd khatha’ merupakan pembunuhan yang sengaja dilakukan namun tidak dengan niat langsung untuk membunuh. Contohnya adalah ketika pelaku melukai korban dengan cara yang seharusnya tidak mematikan, namun korban akhirnya meninggal. Dalam kasus ini, pelaku tidak dikenai hukuman mati, namun wajib membayar denda yang berat kepada keluarga korban.
Sulit untuk mengidentifikasi niat seseorang dalam kasus pembunuhan karena niat terletak di hati dan tidak dapat diketahui oleh orang lain. Oleh karena itu, syariat Islam menilai niat seseorang berdasarkan media yang digunakan dalam perbuatannya.
Jika media yang digunakan pelaku umumnya dapat menyebabkan kematian dan ditujukan langsung pada korban, maka itu dianggap sebagai pembunuhan sengaja yang berakibat balas bunuh. Namun, dalam kasus syibh ‘amd, meskipun pelaku sebenarnya mengarah pada korban, namun media yang digunakan tidak umumnya mematikan. Akibatnya, unsur kesengajaan berkurang.
Dalam kasus syibh ‘amd, keluarga korban tidak bisa menuntut balas bunuh (qishash) melainkan harus menerima denda berat berupa 100 ekor unta. Denda ini harus dibayar oleh waris ‘aqilah (keluarga dekat) pelaku dan dapat diangsur. Selain itu, pelaku juga wajib membebaskan seorang budak mukmin atau berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai bentuk penebusan.
Semoga penjelasan ini bermanfaat dan dapat memberikan pemahaman lebih dalam mengenai pembunuhan dalam perspektif hukum Islam.