Dalam aktivitas peminjaman uang untuk modal dagang, seringkali muncul perjanjian bagi hasil yang menimbulkan pertanyaan mengenai keabsahan syariah. Untuk memahami hal ini, penting untuk membedakan antara utang modal dan bagi hasil permodalan.
Utang Modal
Utang modal merupakan kegiatan meminjam uang untuk modal usaha. Landasan hukum dari utang modal adalah akad qardh. Menurut Imam Sirajuddin Al-Bulqini, utang adalah tindakan menyerahkan uang dengan niat untuk menolong dan harus dikembalikan dengan nilai yang sama. Dalam konteks utang modal, pihak yang berutang berkewajiban mengembalikan uang yang dipinjam dengan nilai yang sama. Janji memberikan keuntungan tambahan seperti dalam kasus yang disebutkan, termasuk praktik riba qardhi yang dilarang dalam syariah.
Akad Bagi Hasil Permodalan
Berbeda dengan utang modal, akad bagi hasil permodalan adalah akad yang sah dalam syariah dan dikenal sebagai akad qiradh atau mudharabah. Akad ini didasarkan pada syarat pengembalian modal dan pembagian keuntungan. Karakteristik akad ini meliputi 100% modal berasal dari investor, pihak yang dimodali bertindak sebagai pelaksana lapangan, dan keuntungan dibagi sesuai nisbah bagi hasil yang disepakati sebelumnya.
Pemilihan Akad yang Tepat
Dalam menjalankan usaha dengan struktur bagi hasil, terdapat berbagai macam akad yang dapat digunakan seperti qirad, syirkah, syirkah mudharabah, dan lain sebagainya. Penting bagi para pelaku usaha untuk belajar dan berkonsultasi dengan ulama yang ahli dalam bidang ekonomi syariah guna memilih akad yang sesuai dan sah secara syariah.
Dengan pemahaman yang jelas mengenai perbedaan antara utang modal dan bagi hasil permodalan serta pemilihan akad yang tepat, diharapkan para pelaku usaha dapat menjalankan usahanya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.