Dalam ajaran Islam, menjawab lantunan azan saat mendengarnya merupakan suatu kesunahan. Hal ini didasarkan pada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Sahabat Abu Sa’id Al-Khudri yang menyatakan bahwa ketika seseorang mendengar azan, seharusnya dia mengucapkan seperti yang diucapkan oleh muazin.
Salah satu ulama terkemuka dari mazhab Syafi’i, Imam An-Nawawi, memberikan komentar mengenai makna hadits tersebut. Beliau menjelaskan bahwa disunahkan untuk bershalawat kepada Rasulullah saw setelah selesai azan, mengikuti bacaan muazin, dan memohon wasilah terhadap Rasulullah saw. Selain itu, pendengar azan juga disunahkan untuk mengucapkan setiap kalimat azan setelah selesai dilantunkan oleh muazin.
Namun, muncul pertanyaan mengenai apakah masih sunnah untuk menjawab lantunan azan yang berasal dari pengeras suara (speaker), media televisi, radio, atau aplikasi yang terinstal di smartphone. Ulama berpandangan bahwa jika suara azan berasal langsung dari muazin, maka menjawabnya tetap disunahkan dan mendapatkan pahala kesunahan. Namun, jika suara azan berasal dari rekaman, tidak disunahkan untuk menjawabnya dan tidak mendapatkan kesunahan.
Pandangan tersebut didukung oleh fatwa dari ulama terkemuka Makkah, Syekh Ismail Zain Al-Yamani, serta penjelasan dari anggota Dewan Majelis Qadha’ Tarim Yaman, Al-Habib Muhammad bin Ahmad bin Umar Asy-Syathiri. Keduanya menegaskan bahwa jika azan disiarkan melalui pengeras suara secara langsung (live streaming), maka disunahkan untuk menjawabnya. Namun, jika azan berasal dari rekaman, tidak disunahkan untuk menjawabnya.
Dengan demikian, hukum menjawab lantunan azan yang berasal dari pengeras suara atau media tertentu diperinci sesuai dengan konteksnya. Mengetahui perbedaan ini dapat membantu umat Islam dalam melaksanakan ibadah dengan lebih baik sesuai dengan ajaran agama.
