Suatu Lembaga Keuangan Syariah (LKS) menawarkan kepada nasabahnya dua alternatif investasi produk deposito. Pertama, produk deposito dengan pembagian nisbah bagi hasil 50% untuk pengelola dan 50% untuk pemodal. Kedua, produk deposito dengan pembagian nisbah bagi hasil 95% untuk pengelola dan 5% untuk pemodal. Pada produk deposito kedua ini, LKS menjanjikan hadiah sepeda motor baru kepada investor di awal kontrak. Namun, muncul pertanyaan mengenai kebolehan investasi deposito dengan opsi kedua ini dari segi syariah.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu dipertegas dua elemen penting, yaitu keberadaan akad qiradh yang menyertai produk deposito dengan nisbah bagi hasil 95%:5% serta status hadiah sepeda motor dalam fiqih.
Dalam konteks akad qiradh, uang yang diserahkan oleh nasabah kepada pengelola LKS berstatus sebagai modal. Jika status modal tersebut berubah menjadi rusak, maka akad qiradh akan berubah menjadi akad qardh. Salah satu penyebab rusaknya akad qiradh adalah ketika imbalan telah ditetapkan di muka oleh pengelola, seperti dalam kasus ini dijanjikan hadiah sepeda motor.
Menurut fiqih, hadiah sepeda motor tidak dapat dianggap sebagai hadiah melainkan sebagai bagian dari imbalan yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal ini mengakibatkan perubahan status akad menjadi qardh sehingga terdapat unsur riba qardhi dalam transaksi tersebut.
Nasabah tidak berhak menerima hadiah atas uang yang diserahkan karena hal ini akan mengubah status uang menjadi utang. Hadiah sepeda motor seharusnya tidak dicantumkan dalam kontrak deposito, yang seharusnya mencakup pembagian nisbah bagi hasil 95%:5%. Maka, hadiah tersebut hanya sah apabila diberikan oleh LKS tanpa syarat tambahan.
Dengan demikian, investasi deposito berhadiah hanya sah jika hadiah tersebut tidak termasuk dalam kontrak deposito. Yang harus dijelaskan dalam kontrak adalah pembagian nisbah bagi hasil 95%:5%.