Mengetahui kebiasaan haidh wanita merupakan hal penting dalam menentukan siklus menstruasi. Salah satu tolok ukur yang digunakan adalah adah atau kebiasaan keluarnya darah haidh. Namun, bagaimana sebenarnya cara menentukan kebiasaan haidh seorang wanita?
Menurut Imam Nawawi, para ulama fiqih memiliki perbedaan pendapat dalam menentukan adah haidh wanita. Mayoritas ulama dari mazhab Syafi’i berpendapat bahwa satu kali haidh sudah cukup untuk menetapkan kebiasaan haidh seseorang. Mereka berpegang pada hadits Rasulullah yang menjadikan siklus haidh sebelumnya sebagai patokan dalam menentukan masa haidh selanjutnya.
Pendapat lain datang dari Imam al-Mutawalli dan Abu Ali ibn Khairan yang menyatakan bahwa adah haidh wanita bisa dijadikan tolok ukur setelah dua kali haidh. Namun, pendapat ini dianggap lemah. Sementara itu, Imam ar-Rafi’i melalui riwayat dari Abul Hasan al-Ubbadi berpendapat bahwa adah baru bisa ditetapkan setelah tiga kali haidh.
Tidak hanya dari mazhab Syafi’i, ulama lintas mazhab juga memiliki pandangan serupa. Menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad, kebiasaan haidh baru bisa ditetapkan setelah dua kali haidh, sedangkan mazhab Imam Malik memandang bahwa adah haidh wanita bisa ditetapkan setelah tiga kali menstruasi.
Dengan demikian, terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama tentang cara menentukan kebiasaan haidh wanita untuk memastikan siklus menstruasi selanjutnya. Apakah satu kali haidh sudah cukup, ataukah perlu menunggu dua atau tiga kali haidh sebagai tolok ukur. Hal ini menjadi bahan renungan bagi wanita Muslimah dalam menjalani ibadah dan kewajiban agamanya.