Air yang terkena najis dengan volume di bawah dua kulah tetap dianggap najis, meskipun tidak mengalami perubahan. Sedangkan air yang terkena najis dengan volume dua kulah atau lebih dianggap suci selama tidak mengalami perubahan.
Bagaimana jika yang terkena najis adalah air yang mengalir? Statusnya tidak jauh berbeda dengan air diam atau menggenang. Yang perlu diperhatikan adalah apakah najisnya ikut mengalir bersama air atau tidak, serta apakah volume air yang terkena najis mencapai dua kulah atau tidak.
Dalam konteks air mengalir, dua kulah ditentukan dari posisi antara dua pinggir sungai atau benda yang mengalirkan air, tanpa memperhitungkan panjangnya. Yang menjadi perhatian utama pada air mengalir adalah aliran air itu sendiri, bukan panjang total air tersebut.
Menurut penjelasan Syekh Nawawi, air yang mengalir seharusnya dianggap sama seperti air yang diam atau menggenang. Namun, yang menjadi fokus pada air mengalir adalah aliran itu sendiri, bukan keseluruhan air. Setiap aliran air dianggap terpisah secara hukum, meskipun terlihat menyatu secara fisik. Setiap aliran membutuhkan air sebelumnya dan mendorong air setelahnya.
Status air yang mengalir yang terkena najis dapat dibedakan menjadi dua situasi: apakah najisnya ikut mengalir atau tidak, dan apakah volume airnya mencapai dua kulah atau tidak.
Jika air mengalir yang terkena najis dan najisnya ikut mengalir, maka status air di sekitar najis tersebut dianggap najis, baik mengalami perubahan maupun tidak. Namun, air sebelum dan setelah titik najis tetap dianggap suci. Hal ini karena air sebelum najis belum bersentuhan dengan najis, sedangkan air setelah najis tidak tersentuh oleh najis karena telah melewati.
Sebaliknya, jika aliran air di sekitar najis mencapai dua kulah, maka air tetap suci selama tidak mengalami perubahan. Volume dua kulah di sini dilihat dari lebar dan kedalaman aliran, bukan dari jaraknya.
Jika najis yang ada tidak ikut mengalir bersama air dan volumenya tidak mencapai dua kulah, maka seluruh air yang telah melewati najis dianggap najis hingga terkumpul dalam wadah dengan volume dua kulah. Namun, jika volume air di sekitar najis mencapai dua kulah, maka statusnya dianggap suci selama tidak terjadi perubahan akibat dari najis tersebut.
Masyarakat disarankan untuk menyediakan penampungan air di rumah seperti bak, tandon, atau toren air yang mampu menampung dua kulah atau setara dengan 270 liter. Hal ini bertujuan agar apabila ada najis yang masuk ke dalam pipa, air yang keluar tetap suci dan dapat digunakan asalkan tidak mengalami perubahan aroma, rasa, dan warna.
Inilah penjelasan mengenai status air yang terkena najis, baik saat najisnya ikut mengalir maupun tidak, baik saat volume airnya mencapai dua kulah maupun tidak. Penjelasan ini didasarkan pada pandangan mazhab Syafi’i.