Kebocoran data pribadi telah menjadi permasalahan yang sering terjadi di Indonesia, baik pada platform milik negara maupun perusahaan swasta. Pertanyaannya, sejauh mana tanggung jawab para penyedia layanan digital terhadap data pribadi yang diberikan oleh pengguna? Bagaimana perspektif hukum Islam menangani hal ini?
Dalam konteks bahasa, kata “akun” sering kali diidentikkan dengan rekening seperti rekening bank atau rekening listrik. Akun memiliki fungsi yang sama dengan rekening bank, di mana pengguna dapat melakukan transaksi dengan pihak lain. Oleh karena itu, akun juga menyimpan informasi penting seputar data pribadi dan transaksi pribadi pengguna.
Menurut pemahaman fiqih umum, manfaat (jasa) adalah segala hal yang memberikan keuntungan melalui penggunaan barang atau layanan. Syekh Sya’rawi menegaskan bahwa manfaat tidak hanya terbatas pada keuntungan fisik semata, tetapi mencakup segala keuntungan baik fisik maupun nonfisik yang secara umum disebut sebagai rezeki.
Dalam dunia teknologi digital, akun dapat dianggap sebagai rezeki. Jika data yang terkait dengan akun tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk fisik, maka akun juga dapat dianggap sebagai aset yang lebih spesifik dari rezeki.
Kedudukan data pribadi di tangan penyedia layanan digital seharusnya dipandang sebagai amanah yang harus dijaga dengan baik. Penyedia layanan berperan sebagai penjaga amanah (al-khazin), bukan sebagai pemilik data. Rasulullah saw menggambarkan bahwa penjaga amanah adalah orang yang menunaikan kewajiban dengan baik dan dipercaya.
Dari perspektif ulama, data pribadi yang terkait dengan akun merupakan harta milik pemilik akun, bukan milik penyedia layanan. Oleh karena itu, penyedia layanan tidak memiliki hak untuk menjual atau membocorkan data tersebut. Mereka hanya bertugas sebagai penjaga yang diupah oleh pemilik akun dan tidak berhak atas aset berupa data pribadi pengguna.
Jika terjadi kebocoran data pribadi, maka hal itu sering kali dikaitkan dengan penyalahgunaan amanah oleh pihak penyedia layanan. Penyedia layanan diharapkan menjaga data pribadi konsumennya sebaik mungkin dan tidak bertanggung jawab atas kebocoran data apabila bukan disebabkan oleh kelalaian mereka sendiri.
Jelaslah bahwa dalam perspektif hukum Islam, penyedia layanan digital memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga data pribadi penggunanya sebagai amanah yang harus dipertanggungjawabkan dengan baik. Semoga pemahaman ini dapat menginspirasi praktik penyedia layanan digital untuk lebih memperhatikan keamanan dan privasi data pribadi pengguna.