Subsidi tunai merupakan bantuan dari pemerintah yang bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan rakyat. Namun, penting untuk memahami bahwa subsidi juga memiliki risiko kebijakan, terutama dalam hal penyaluran dan penggunaannya.
Salah satu ciri khas dari subsidi tunai adalah penyalurannya dalam bentuk uang tunai, contohnya melalui program BLT (Bantuan Langsung Tunai). Tanpa pengawasan, pendampingan kebijakan, dan penegakan hukum yang tepat, subsidi tunai dapat disalahgunakan menjadi bukan bantuan yang seharusnya, melainkan sebagai ongkos tutup mulut, pemberangusan, atau bahkan suap.
Imam al-Qarafi dalam kitabnya “al-Furuq” menggarisbawahi pentingnya tanggung jawab dalam pelaksanaan tasaruf. Beliau menjelaskan bahwa pelaku mutasharrif (pemimpin) dalam hukum Syara’ harus bertindak dengan tanggung jawab dan akuntabilitas yang tinggi.
Untuk memastikan tanggung jawab dan akuntabilitas dalam penyaluran subsidi, pengawasan sangat diperlukan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Imam al-Qala’i, agama dan kekuasaan ibarat saudara kembar; agama sebagai pondasi dan kekuasaan sebagai penjaganya. Tanpa pengawasan yang baik, penyaluran subsidi dapat mengalami berbagai dampak negatif, antara lain:
- Subsidi disalurkan pada tempat yang tidak sesuai tujuan awal.
- Subsidi digunakan untuk kepentingan konsumtif yang tidak produktif.
- Penerima subsidi tidak bertanggung jawab dalam penggunaannya sesuai arahan pemberi subsidi.
- Pemberian subsidi yang semestinya bersifat tabarru’ dan mengurangi risiko, berubah menjadi beban APBN.
Pola penyaluran subsidi tanpa pengawasan yang baik dapat menciptakan kerugian besar bagi masyarakat dan negara. Oleh karena itu, pengawasan yang ketat dalam penyaluran subsidi tunai merupakan langkah yang krusial untuk memastikan efektivitas dan keberlanjutan program bantuan tersebut.