Industri merupakan kegiatan yang mengubah bahan mentah menjadi produk jadi atau setengah jadi dengan nilai tambah. Dalam ruang lingkup fiqih industri, terdapat beberapa kegiatan seperti perdagangan, investasi, penambangan, dan pengolahan bahan mentah. Tujuan utama dari fiqih industri adalah menciptakan pendapatan halal bagi individu, perusahaan, maupun negara tanpa melibatkan kecurangan di pasar.
Salah satu bentuk subsidi dalam aktivitas tijarah (perdagangan) adalah mendukung kegiatan ekspor-impor. Ekspor dilakukan untuk menjual barang ke luar negeri, sementara impor adalah proses mendatangkan barang dari luar negeri. Penting bagi sebuah negara untuk memiliki surplus neraca perdagangan, di mana pendapatan dari ekspor lebih besar daripada pengeluaran untuk impor guna mencegah defisit.
Kebijakan subsidi dalam perdagangan seharusnya mendukung peningkatan daya saing produk lokal, mempermudah proses perizinan ekspor, serta memastikan bahwa ekspor dilakukan setelah memenuhi kebutuhan dalam negeri. Selain itu, pemerintah perlu menegakkan kontrak dengan perusahaan pengolah bahan baku melalui Domestic Market Obligation (DMO) untuk menjaga ketersediaan produk di pasar domestik.
Tindakan tegas juga diperlukan dalam menangani pelanggaran kontrak dan praktik penimbunan barang. Subsidi dapat diberikan berdasarkan persentase keuntungan niaga, dengan fokus pada peningkatan kualitas produk, distribusi yang lancar, pengamanan stok produk dalam negeri, penegakan disiplin pasar, dan bantuan konsumtif bagi masyarakat yang membutuhkan.
Dengan demikian, kebijakan subsidi dalam fiqih industri harus didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan ekonomi dan berusaha untuk memberikan manfaat yang luas bagi masyarakat secara berkelanjutan. Subsidi yang tepat sasaran akan membantu menguatkan perekonomian serta memastikan distribusi kekayaan yang adil dan berkelanjutan bagi semua pihak yang terlibat dalam proses perdagangan.