Dalam konteks definisi mafia, istilah ini seringkali dikaitkan dengan organisasi teroris rahasia yang berbasis di Sisilia sejak abad ke-19 M. Namun, dalam ranah hukum tanah, mafia tanah menunjukkan tindakan persekongkolan untuk merampas hak milik orang lain secara tidak sah.
Kasus yang menimpa artis Nirina Zubair, dengan kerugian mencapai 17 Milyar Rupiah, menjadi contoh nyata dari kasus mafia tanah yang merugikan pihak lain. Penindakan terhadap mafia tanah menjadi sangat penting mengingat tindakan mereka seringkali disertai dengan manipulasi status kepemilikan tanah yang sulit ditanggulangi.
Dalam pandangan Islam, tindakan penguasaan tanah secara ilegal dianggap sebagai tindakan ghashab atau pencurian, terutama jika dilakukan tanpa izin pemilik sah. Begitu pula dengan pindah milik tanah melalui dokumen palsu, hal ini menyerupai kasus pencurian yang harus ditindaklanjuti secara hukum.
Selain itu, kasus mafia tanah juga dapat diartikan sebagai perampokan jika terjadi pengambilan dan penguasaan tanah secara paksa. Hal ini diperberat jika terdapat korban jiwa akibat tindakan tersebut.
Dalam perspektif syariah, mafia tanah memiliki kemiripan dengan bughah, yaitu persekongkolan untuk melawan sistem peragrarian yang sah. Meskipun tidak sepenuhnya sama, namun pola gerakan mereka menunjukkan persamaan dalam upaya memanfaatkan celah sistem demi keuntungan pribadi.
Sebagai penutup, penegakan hukum terhadap mafia tanah harus mengacu pada prinsip pengembalian hak yang terambil atau pidana sesuai dengan delik yang dilakukan. Hal ini demi menjaga keadilan dan keberlangsungan hukum dalam kasus-kasus mafia tanah yang merugikan masyarakat.