Dalam ajaran Islam, pindah kepemilikan baik pada tingkat individu maupun negara memiliki beberapa sebab yang diakui. Syarat utama terjadinya pindah milik adalah memastikan sesuai dengan standar syariah.

Jika kepemilikan diperoleh tanpa melalui prosedur syariah yang sah, maka hak kepemilikan tersebut dianggap batal, dan barang tersebut harus dikembalikan kepada pemilik aslinya. Jika pemilik asli tidak dapat ditemukan, harta yang diperoleh secara tidak sah tersebut sebaiknya diserahkan ke baitul mal atau mashalih al-muslimin.

Beberapa sebab terjadinya kepemilikan syariah dalam Islam antara lain melalui jalan penguasaan dan penundukan. Seorang muslim perlu melakukan langkah-langkah seperti berburu, mencari kayu bakar, menambang, atau melakukan ihya’ul mawat pada wilayah yang belum memiliki hak kepemilikan.

Selain itu, kepemilikan syariah juga dapat terjadi melalui kontrak atau pertukaran seperti jual beli, hibah, wasiat, ijarah, syirkah, dan lainnya. Penting untuk memastikan bahwa semua akad dan pembelanjaan dilakukan sesuai dengan yang disyariatkan.

Selain itu, harta pusaka (mawarits) juga menjadi salah satu sebab terjadinya kepemilikan syariah. Harta pusaka harus dibagi kepada ahli waris sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam ilmu waris Islam.

Terakhir, harta yang diperoleh dari hasil pengembangan atau penunaian kewajiban pihak lain seperti zakat, nafaqah syariah, sedekah, hibah, atau wakaf juga termasuk dalam kepemilikan syariah. Islam membatasi cara-cara yang boleh digunakan dalam pengembangan harta seperti melalui perdagangan atau bagi hasil.

Penting untuk diingat bahwa Islam tidak hanya memperhatikan kuantitas atau kualitas harta, tetapi juga cara perolehannya. Kepemilikan sah jika didapatkan sesuai aturan syariah. Sebaliknya, jika cara perolehannya tidak benar secara syariah, maka kepemilikan tersebut dianggap tidak sah dan merupakan harta ghashab.