Dalam transaksi paylater di marketplace, seorang konsumen dapat memperoleh barang-barang yang dibutuhkan dengan bantuan penerbit paylater melalui klaim pembiayaan. Pihak ketiga (penerbit) menyetujui pembiayaan yang diajukan, sehingga transaksi jual beli antara pelapak dan konsumen paylater dapat terlaksana.
Akad selanjutnya terjadi antara pihak ketiga (penerbit) dan konsumen paylater. Pihak paylater menetapkan bunga berdasarkan besaran dana talangan yang diberikan, misalnya 2% atau 4% per bulan untuk tenor waktu tertentu sesuai kesepakatan.
Permasalahan fikih yang muncul adalah mengenai akad yang berlaku antara konsumen dan penerbit paylater serta status uang yang diberikan oleh penerbit. Berdasarkan analisis, akad antara keduanya dapat terdiri dari akad ijarah atau akad ju’alah.
Dalam konteks ini, penting untuk memperhatikan bahwa uang yang disalurkan oleh penerbit paylater berasal dari investor. Jika uang tersebut merupakan milik pribadi penerbit, maka hal tersebut dapat menimbulkan masalah fikih terkait riba qardly.
Selain itu, bunga yang ditetapkan oleh penerbit paylater dapat dianggap sebagai ujrah atau ju’lah, asalkan memenuhi syarat-syarat tertentu seperti besaran yang jelas, pembagian komisi sesuai skema cicilan, dan tidak adanya kenaikan bunga atas keterlambatan pembayaran.
Penting juga untuk memahami bahwa praktik riba al-yad atau riba nasiah dapat terjadi jika besaran ujrah atau ju’lah tidak jelas di awal dan terus bertambah seiring waktu. Oleh karena itu, dalam transaksi paylater, harus ada batasan waktu cicilan yang jelas.
Dengan demikian, pemahaman fikih dalam transaksi paylater di marketplace menjadi penting untuk memastikan keabsahan akad dan keberlangsungan transaksi secara syariah.