Zakat, sebagai salah satu rukun Islam yang tak terpisahkan, memiliki peran penting dalam kehidupan umat Muslim. Lebih dari sekadar kewajiban ibadah, zakat juga menunjukkan dimensi hubungan antar sesama manusia. Dengan memberikan sebagian harta kepada sesama, zakat menggarisbawahi nilai kemanusiaan dan solidaritas.

Dalam menjalankan kewajiban berzakat, penting untuk memahami bahwa itu bukan semata tentang memberi, namun juga tentang penghambaan dan ketundukan kepada perintah Allah SWT. Meskipun terkadang mungkin sulit dipahami secara akal, sebagai hamba yang taat, ketaatan tanpa banyak bertanya adalah kunci utama.

Gus Mus menegaskan bahwa zakat adalah ujian bagi ketaatan kita. Hal ini menuntut kesungguhan dalam melawan sifat bakhil dan cinta berlebihan terhadap harta. Dengan bersyahadat, kita telah berikrar menomorsatukan Allah dan Rasul-Nya; oleh karena itu, menomorsatukan harta juga menjadi bagian tak terpisahkan dari komitmen tersebut.

Kecintaan manusia terhadap harta adalah hal yang alamiah, namun haruslah tertundukkan oleh ketundukan kepada Allah dan Rasul-Nya. Zakat bukan sekadar berkewajiban memberi, namun juga menguji sejauh mana kita memegang komitmen dan ikrar kita sebagai hamba.

Contoh para sahabat yang rela menyedekahkan harta mereka dengan penuh keikhlasan menjadi inspirasi bagi umat Islam dalam melaksanakan zakat, infak, dan sedekah. Komitmen untuk taat kepada Allah SWT dalam mengeluarkan sebagian harta adalah cermin dari seberapa jauh kita mampu menahan sifat kikir dalam diri.

Dengan menjaga komitmen tersebut, kita akan menjalani ibadah zakat, infak, dan sedekah dengan lapang dada, karena pada akhirnya, yang kita sumbangkan bukan hanya harta, namun juga kesetiaan dan ketulusan hati dalam beribadah.