Saat kita menikmati buah-buahan, terkadang tanpa disadari kita juga menelan ulat yang menetap pada buah tersebut. Ulat ini seringkali sulit terlihat karena ukurannya kecil dan warnanya mirip dengan buah yang kita makan. Bagaimana seharusnya kita merespons persoalan ini menurut ajaran Syariah? Apakah mengonsumsi ulat bersamaan dengan buah diperbolehkan atau justru diharamkan?
Dalam konteks ulat yang terdapat di buah-buahan, apakah statusnya menjadi najis saat ulat tersebut telah menjadi bangkai? Apakah kita wajib membersihkan mulut setelah menelan ulat yang telah mati ini?
Dalam sebuah hadits, Rasulullah pernah mengalami situasi serupa di mana beliau menemukan ulat dalam kurma yang diberikan padanya. Hal ini membawa pemahaman bahwa mengonsumsi makanan yang terdapat ulat di dalamnya sebenarnya tidak membuat makanan tersebut menjadi najis atau haram.
Meskipun ulat dalam makanan dianggap halal untuk dikonsumsi, sebaiknya kita tetap waspada. Jika kita menemukan ulat dalam makanan, sebaiknya kita membersihkannya sebelum mengonsumsi makanan tersebut. Mengonsumsi makanan tanpa memeriksa ulat terlebih dahulu dapat menjadi tindakan makruh.
Dengan demikian, meskipun secara hukum mengonsumsi buah-buahan atau makanan dengan ulat di dalamnya diperbolehkan, tetap disarankan untuk melakukan pemeriksaan terlebih dahulu sebelum mengonsumsinya. Kewaspadaan dan kehati-hatian tetap diperlukan dalam menjaga kebersihan dan kesehatan tubuh kita.