Belut, hewan yang seringkali disamakan dengan ular karena bentuknya yang mirip namun memiliki kulit halus tanpa sisik. Hewan ini biasanya ditemui di tepi sungai dan ladang sawah yang berlumpur. Pada siang hari, belut bersembunyi di lubang berair untuk melindungi diri, sedangkan malam hari ia keluar mencari makanan.
Meskipun sering dianggap sebagai hewan air, belut juga bisa ditemukan di tempat-tempat lembab yang tergenang air. Hal ini membuatnya menjadi salah satu menu kuliner yang digemari masyarakat dari berbagai latar belakang, terutama dalam hidangan belut goreng yang sering tersedia di warung-warung lalapan.
Mengenai kehalalan konsumsi belut, Syekh Muhammad Mukhtar bin ‘Atharid al-Jawi telah menyusun kitab “as-Shawa’iq al-Muhriqah li al-Awham al-Kadzibah fi Bayani hilli al-Belut wa Raddi ‘ala man Harramah” atau lebih dikenal sebagai Kitab al-Belut. Kitab ini dibuat untuk menyikapi kesalahpahaman sebagian ulama dan masyarakat Hijaz yang menganggap belut haram karena dianggap mirip ular.
Dalam kitabnya, Syekh Muhammad Mukhtar menjelaskan berbagai nama yang menggambarkan sifat dan bentuk belut, seperti Hayyat al-Ma’ (حَيَّةُ المَاءِ), Jirrits (الجِرِّيْثِ), dan Ankalis (الأنْكَلِيْسِ). Dalam literatur klasik Arab, belut disebut sebagai ular air karena bentuknya yang mirip ular. Para ulama sepakat bahwa mengonsumsi belut termasuk halal.
Dengan demikian, hukum mengonsumsi belut adalah diperbolehkan dalam Islam. Hal ini juga memastikan bahwa menjual atau membeli makanan berbahan dasar belut juga diperbolehkan sesuai dengan ketentuan agama.