Penggunaan pengeras suara dalam konteks ibadah menjadi topik yang menarik untuk dibahas. Sebagaimana yang dikemukakan dalam Surat Edaran Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2022, penggunaan teknologi ini telah menjadi perhatian utama bagi para ulama. Salah satunya adalah Sayyid Alawi Al-Maliki, seorang tokoh rujukan Ahlussunnah wal Jama’ah dunia.
Dalam Kitab Majmû’ Fatâwâ wa Rasâil, Sayyid Alawi memberikan pandangannya mengenai hukum penggunaan pengeras suara untuk keperluan khutbah dan shalat jamaah. Ia menyampaikan 4 argumentasi yang substansial yang dapat merangkum pandangannya.
Pertama, dalam hukum Islam, segala sesuatu dianggap boleh kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Sayyid Alawi menegaskan bahwa penggunaan pengeras suara, meskipun baru, dapat diterima selama tidak ada dalil yang melarangnya.
Kedua, penggunaan pengeras suara untuk kegiatan ibadah telah lazim terjadi di Makkah dan Madinah tanpa ada protes dari ulama. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan teknologi ini dapat diterima asalkan digunakan untuk kebaikan.
Ketiga, prinsip fiqih menyatakan bahwa alat bantu harus diterapkan sesuai dengan tujuannya. Jika pengeras suara digunakan untuk memperdengarkan khutbah atau memudahkan jamaah dalam shalat, maka hal tersebut diperbolehkan dalam syariat.
Keempat, meskipun penggunaan pengeras suara memiliki manfaat, jika menimbulkan kerusakan atau mengganggu orang lain, maka harus dihentikan sesuai dengan prinsip syariat yang menekankan menghindari mafsadat (kerusakan) dan mendatangkan maslahat (kebaikan).
Pandangan Sayyid Alawi kemudian diikuti oleh para ulama generasi selanjutnya. Sayyid Zain bin Muhammad bin Husain Alydrus juga menegaskan pentingnya mengatur penggunaan pengeras suara dengan bijaksana sesuai dengan kemaslahatan dan menghindari kerugian bagi orang lain.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan pengeras suara dalam ibadah harus diatur secara bijaksana. Perlu memperhatikan frekuensi volume, kualitas suara, serta dampaknya terhadap lingkungan sekitar. Dengan demikian, kebaikan yang dilakukan dalam ibadah tidak akan merugikan orang lain dan Islam tetap terlihat indah dalam pandangan masyarakat luas.