Perdebatan mengenai penggunaan pengeras suara terus hangat diperbincangkan di media sosial seiring dengan diterbitkannya Surat Edaran Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
Tidak hanya di Indonesia, negara-negara dengan mayoritas penduduk muslim di dunia juga telah mengatur penggunaan pengeras suara di tempat ibadah mereka, termasuk negara Yaman. Di sana, Wizaratul Auqaf wal Irsyad, yang mirip dengan kementerian agama, telah mengeluarkan peraturan yang mengatur penggunaan mikrofon di masjid.
Peraturan tersebut membatasi penggunaan pengeras suara untuk mengumumkan waktu shalat wajib, khutbah Jumat, shalat Idul Fitri dan Idul Adha, serta kegiatan ibadah tertentu. Selain itu, peraturan tersebut juga menekankan pentingnya menjaga keseimbangan dalam penggunaan pengeras suara agar tidak mengganggu konsentrasi jamaah yang sedang shalat atau orang-orang yang sedang sakit.
Sejarah menunjukkan bahwa pengaturan penggunaan pengeras suara untuk adzan dan iqamah telah lama ada di Yaman. Bahkan pada masa Kerajaan Qu’aithiah, larangan penggunaan mikrofon untuk iqamah shalat pernah diberlakukan karena dianggap tidak efektif dan bahkan dapat mengganggu konsentrasi jamaah.
Apresiasi terhadap regulasi penggunaan pengeras suara ini juga datang dari para ulama, seperti Sayyid Zain bin Muhammad Husain Alydrus dari Universitas Al-Ahqaf Yaman. Menurutnya, aturan semacam ini sesuai dengan prinsip syariat Islam, namun disayangkan banyak umat Islam yang masih enggan untuk mematuhinya karena lebih condong kepada keinginan pribadi.
Dengan adanya pro dan kontra dalam pengaturan penggunaan pengeras suara di masjid, penting bagi kita untuk mempertimbangkan apakah kita akan lebih mengutamakan kepentingan bersama atau hanya mengikuti keinginan pribadi. Semoga kita dapat menjaga ketertiban dan kenyamanan bersama dalam beribadah.