Dalam dunia ekonomi, seringkali kita mendengar istilah “syakhshiyah i’tibariyah” yang merupakan istilah untuk menyampaikan konsep manusia ilusi. Secara bahasa, kata “syakhshiyah” berasal dari kata “syakhshun” yang berarti personal atau individu. Ketika dikombinasikan dengan ya’ nisbah, kata tersebut mengacu pada sesuatu yang dianggap seperti individu.
Sementara itu, kata “i’tibariyah” memiliki makna ungkapan, dan ketika disematkan dengan ya’ nisbah, maknanya menjadi terkait dengan ungkapan. Jadi, istilah “syakhshiyah i’tibariyah” merujuk pada individu maknawi atau sesuatu yang diumpamakan sebagai individu, lengkap dengan segala tanggung jawab yang melekat padanya.
Konsep ini sebenarnya merupakan bagian dari studi dalam ilmu hukum. Materi ini membahas hak dan kewajiban sebuah badan hukum yang diibaratkan layaknya individu. Hal ini menimbulkan pertanyaan akan relevansi dan pentingnya pembahasan ini bagi kita.
Fiqih, sebagai bagian dari produk hukum, memiliki perbedaan dengan hukum positif yang dibentuk oleh lembaga legislasi negara. Fiqih lebih didasarkan pada syariat Allah melalui kodifikasi ulama mujtahid mazhab. Hal ini menciptakan titik persinggungan antara kedua bidang tersebut.
Ada banyak aspek menarik yang perlu dikaji terkait dengan persamaan dan perbedaan antara individu maknawi dengan individu hakiki/insani. Sebagai contoh, seorang individu yang lahir sudah dianggap sebagai individu hukum dan dapat bertindak sebagai subjek hukum atau objek penerima hukum.
Demikian pula, sebuah badan hukum juga memiliki hak dan kewajiban seperti individu manusia. Namun, perbedaan muncul dalam hal kewajiban membayar zakat fitrah. Meskipun badan hukum dapat menuntut ganti rugi atas kerugian yang diderita, mereka tidak memiliki kewajiban untuk membayar zakat fitrah seperti individu manusia.
Pertanyaan menarik juga muncul terkait dengan perlakuan zakat terhadap individu manusia dan badan usaha. Meskipun badan usaha dapat berperan sebagai subjek dan objek hukum, pertimbangan mengenai penerimaan zakat bagi mereka masih menjadi perdebatan tersendiri.
Diskusi mengenai konsep syakhshiyah i’tibariyah telah marak terjadi, terutama di Timur Tengah. Semoga ke depan, ruang untuk memperdalam pemahaman terhadap konsep ini semakin terbuka luas.