Perikanan tambak merupakan kegiatan budidaya perairan yang dilakukan di kolam buatan di daerah pantai, biasanya diisi dengan air payau atau air laut, untuk membudidayakan berbagai jenis hewan air seperti ikan, udang, dan kerang. Di dalam praktik perikanan tambak, terdapat beberapa hal umum yang dilakukan oleh para petambak, seperti memperoleh bibit ikan melalui pembenihan sendiri atau membeli bibit dari petani bibit.
Dalam konteks urudl al-Tijarah dari perikanan tambak, terdapat dua model utama dalam menghitung masa satu tahun urudl al-tijarah. Pertama, bagi petambak yang menggunakan bibit dari pembenihan sendiri, haul urudl al-tijarah dihitung sejak panen pertama dilakukan, dimana sebagian hasil panen akan digunakan sebagai modal usaha. Kedua, bagi petambak yang membeli bibit, haul urudl al-tijarah dihitung sejak diterimanya bibit untuk dibudidayakan.
Beberapa hal yang dihitung sebagai urudl al-Tijarah dalam perikanan antara lain meliputi biaya pembelian benih ikan, aktiva lancar berupa tagihan kepada pembeli hasil produk yang diharapkan akan diselesaikan dalam masa haul, serta utang produksi yang menjadi faktor pengurang besaran urudl al-Tijarah.
Dasar pengambilan hukum terkait urudl al-Tijarah dalam perikanan juga diperjelas. Urudl diartikan sebagai segala harta selain uang koin dari barang-barang, properti, hewan, tanaman, pakaian, dan sejenisnya yang disiapkan untuk diperdagangkan. Dalam perspektif Malikiyah, perhiasan yang dibeli untuk dijual kembali dapat dimasukkan ke dalam kategori urudl. Namun, tanah yang digunakan sebagai tempat tinggal atau tempat bekerja tidak diwajibkan untuk dizakati sebagai harta dagang.
Dengan demikian, pemahaman mengenai urudl al-Tijarah dalam perikanan tambak menjadi penting untuk menentukan status aset dagang para petambak serta menjaga kepatuhan dalam praktik bisnis mereka.