Zikir dalam Islam merupakan cara untuk mengingat Allah SWT melalui berbagai bacaan dan kalimat thayyibah. Proses zikir ini bukanlah hal yang instan, melainkan memerlukan ilmu agar zikir tersebut benar-benar terhubung dengan Sang Pencipta.
Dalam Al-Qur’an, banyak dijelaskan mengenai zikir dan siapakah sebenarnya ahli zikir. Salah satu penjelasan dapat ditemukan dalam QS Al-Anbiya’ ayat 7, yang menyebutkan bahwa ahli zikir adalah orang-orang yang berilmu.
Menurut Habib Muhammad Luthfi bin Yahya, ahli zikir adalah para wali dan ulama yang merasakan ketaatan dan takut kepada Allah SWT di dalam hati mereka. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak semua orang berilmu dapat disebut sebagai ahli zikir, melainkan mereka yang memiliki rasa takut dan ketaatan kepada Allah.
Orang-orang ‘arif, seperti para wali, ulama, dan mereka yang memiliki pemahaman agama yang baik, menjadi sumber ajaran dan keyakinan bagi umat Islam. Mereka mendapatkan kesaksian dalam Al-Qur’an yang disaksikan oleh Nabi Muhammad SAW, sehingga ajaran yang disampaikan dapat dipertanggungjawabkan dan tersambung hingga kepada seluruh umat.
Besar Al-Qur’an pertama kali disaksikan oleh Nabi Muhammad, lalu menjadi saksi bagi kebesaran Baginda Nabi sendiri. Dengan demikian, kesaksian ulama yang dijelaskan dalam Al-Qur’an juga disaksikan oleh Nabi Muhammad, menciptakan hubungan saling menyaksikan antara keduanya.
Dalam Islam, mengenal siapa ahli zikir dan bagaimana mereka memahami agama merupakan hal penting untuk menjaga keberlanjutan ajaran dan keyakinan umat. Keselarasan antara ilmu, ketaatan, dan rasa takut kepada Allah menjadi ciri khas bagi para ahli zikir yang menjadi teladan bagi umat Islam.