- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Wakaf dan Kewakafan dalam Perspektif Keuangan Islam

Google Search Widget

Wakaf dikenal sebagai salah satu amal saleh yang memiliki nilai jariyah atau pahala yang terus mengalir. Banyak orang berlomba-lomba untuk melakukan wakaf guna mendukung pembangunan masjid, pondok pesantren, dan berbagai kegiatan keagamaan lainnya. Menariknya, semangat untuk berwakaf tidak hanya dimiliki oleh orang-orang berpunya, melainkan juga oleh mereka yang secara ekonomi tergolong pas-pasan.

Ketika berbicara mengenai kewakafan, seringkali muncul pertanyaan seputar apakah benda yang masih dalam kredit pembayaran dapat diwakafkan. Syarat utama agar suatu barang dapat diwakafkan adalah barang tersebut harus dimiliki oleh pewakaf. Hal ini sejalan dengan penjelasan Syekh Zainuddin al-Malibari yang menyatakan bahwa barang yang sah untuk diwakafkan adalah barang yang tertentu, dimiliki dengan hak kepemilikan yang dapat dipindahtangankan, dan bermanfaat baik saat ini maupun di masa depan.

Dalam konteks kredit pembayaran, penting untuk memahami bahwa konsep kredit merupakan salah satu bentuk jual beli yang diperbolehkan dalam Islam. Konsep ini dikenal dengan sebutan bai’ut taqsîth atau penjualan dengan pembayaran berjenjang. Menurut al-Khatib asy-Syirbini, barang yang dibeli dalam kredit dianggap telah menjadi hak milik debitur setelah barang tersebut diterima secara sempurna.

Kekhawatiran sering muncul terkait dengan kemungkinan kredit macet yang dapat mempengaruhi kepemilikan barang yang dibeli secara kredit. Namun, menurut Syekh Wahbah az-Zuhaili, dalam kasus debitur yang bangkrut, kreditur berhak untuk mengambil kembali barang yang masih ada dan belum rusak.

Dengan demikian, berdasarkan pemahaman tersebut, hukum mengenai mewakafkan barang yang sedang dalam kredit dapat diterima. Hal ini disebabkan karena kepemilikan atas barang tersebut telah berpindah secara penuh kepada pembeli setelah transaksi selesai. Debitur tetap bertanggung jawab atas pembayaran cicilan terhadap kreditur, namun hal ini tidak mempengaruhi status kepemilikan barang yang telah berpindah.

Dengan demikian, wakaf atas barang yang sedang dalam kondisi kredit dapat dianggap sah dalam Islam, mengingat kepemilikan barang tersebut telah berpindah sepenuhnya kepada pembeli. Wallâhu a’lam.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

March 10

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?