Sebuah kontroversi muncul akibat promosi aplikasi “Dinaran” yang mengklaim membuat rupiah sebagai underlying aset emas. Kampanye ini menuai respons yang beragam dari masyarakat. Namun, apakah klaim tersebut dapat dipertanggungjawabkan?
Dalam menjawab permasalahan ini, kita dapat merujuk pada ajaran Nabi Muhammad saw yang menyatakan bahwa emas dapat ditukar dengan emas, perak dengan perak, dengan syarat sepadan dan saling serah terima. Pertukaran antara barang berbeda jenis dapat dilakukan dengan ketentuan saling serah terima saja.
Para fuqaha kemudian menyebut akad pertukaran semacam itu sebagai ‘aqdu sharf. Secara istilah, akad ini didefinisikan sebagai pertukaran sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam kelompok barang berharga yang sama, atau jual beli dinar dan dirham dengan dinar dan dirham.
Perkembangan selanjutnya mengarah ke pertukaran antara emas dengan barang non-emas yang mengubah akad sharf menjadi akad jual beli. Masyarakat memerlukan banyak barang dan saling bertukar barang satu sama lain. Akad jual beli merupakan inti dari pertukaran ini.
Dari dinar dan dirham yang berbahan dasar logam, muncul inisiatif memudahkan pertukaran. Surat berharga mulai diterbitkan dengan jaminan emas, yang berubah menjadi mata uang kertas berbasis emas. Mata uang ini dikenal sebagai mâl duyûn (harta utang) dalam fikih.
Selanjutnya, surat berharga tersebut kehilangan jaminan emas dan hanya menjadi mata uang kertas dengan legitimasi dari otoritas negara. Legitimasi ini disebut sebagai hak materiil atau haqqul ma’nawi.
Meskipun mata uang dengan underlying aset berlegitimasi dari otoritas negara bisa dianggap sebagai uang murni atau aset berjamin haq ma’nawi, namun promosi aplikasi “Dinaran” yang mengunderlyingassetkan rupiah dengan emas masih menuai kontroversi.
Transaksi di aplikasi tersebut tidak dapat dibenarkan secara syara karena uang sudah memiliki nilai sejak diterbitkan dan sah digunakan sebagai alat tukar. Klaim mengunderlyingassetkan uang kertas dalam konteks ini dianggap tidak jujur dalam promosi bisnis.
Promosi seperti ini mungkin dilakukan untuk mengambil keuntungan melalui pengelabuan atau untuk merugikan pesaing bisnis. Oleh karena itu, perlu kewaspadaan dalam menilai klaim seputar underlying aset emas pada uang rupiah.