Dalam studi ushul fiqh, penting untuk memahami konsep sunnah Nabi sebagai pedoman bagi umat Islam. Sunnah Nabi merupakan segala ucapan, perbuatan, dan pengakuan yang berasal dari Nabi Muhammad saw. Namun, tidak semua hal yang diperintahkan atau dilakukan oleh Nabi harus dianggap sebagai hukum yang wajib diikuti.
Ada tiga kondisi di mana sunnah Nabi tidak dimaksudkan sebagai tasyri’, yaitu sebagai hujah yang harus diikuti. Pertama, hal-hal yang muncul dari Nabi sebagai manusia biasa, seperti kebiasaan sehari-hari yang bukan bagian dari ajaran agama. Meskipun ada yang menganjurkan untuk mengikuti hal ini, namun tidak ada kewajiban bagi umat Islam untuk melakukannya.
Kondisi kedua adalah hal-hal yang muncul dari Nabi berdasarkan keahlian dan pengalamannya dalam urusan dunia, seperti strategi perang atau pengetahuan medis. Hal-hal ini juga bukan bagian dari ajaran agama sehingga tidak dianggap sebagai hukum yang wajib diikuti.
Kemudian, kondisi ketiga adalah hal-hal yang spesifik bagi Nabi dan tidak berlaku umum bagi umat Islam, seperti jumlah istri yang melebihi batas yang ditetapkan dalam Al-Qur’an. Dalam kondisi ini, meskipun merupakan sunnah Nabi, namun tidak dimaksudkan untuk diikuti oleh umat Islam secara umum.
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sunnah Nabi terbagi menjadi tiga jenis berdasarkan relevansinya dengan tasyri’. Penting bagi umat Islam untuk memahami perbedaan ini agar dapat meneladani Nabi dengan bijaksana sesuai dengan ajaran Islam yang sebenarnya. Sunnah Nabi merupakan contoh teladan yang baik bagi umatnya.
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik.” – (QS al-Ahzab: 21)