Rasulullah merupakan contoh utama bagi umat Islam dalam menjalankan syariat agama. Dalam beberapa kesempatan, Rasulullah memberikan pendidikan kepada para sahabatnya dengan teguran ketika diperlukan, namun tak jarang beliau juga merespons dengan senyuman bahkan tawa terhadap tindakan kreatif mereka.
Salah satu kisah menarik adalah kisah ‘Amr bin Ash pada masa perang Dzati Salasil. Pada malam yang dingin itu, ‘Amr bin Ash bermimpi basah dan karena kedinginan, ia memutuskan untuk bertayamum sebagai ganti dari mandi besar. Inisiatif yang diambil ‘Amr bin Ash ini membuat Rasulullah tertawa.
Kisah tentang ‘Amr bin Ash yang bertayamum dalam keadaan junub ini diriwayatkan dalam kitab-kitab hadis terkenal seperti Shahih Bukhari dan Sunan Abu Dawud. Dalam hadis tersebut, terdapat penjelasan mengenai bolehnya seseorang bertayamum jika khawatir akan sakit, mati, atau kehausan.
Rasulullah Muhammad, dengan bijaksananya, tidak mencela tindakan ‘Amr bin Ash. Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah memahami dan mengakui ijtihad yang dilakukan oleh para sahabatnya. Jika ‘Amr bin Ash melakukan kesalahan, pasti Rasulullah akan menegurnya. Namun, dalam kasus ini, beliau justru merespons dengan tawa.
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalany dalam kitabnya menyatakan bahwa tindakan ‘Amr bin Ash adalah bentuk ijtihad yang diperbolehkan pada masa Rasulullah. Ini menunjukkan bahwa Rasulullah membenarkan keputusan ‘Amr bin Ash untuk bertayamum. Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa shalat seseorang yang menggunakan tayamum tetap sah dan boleh menjadi imam bagi orang-orang yang berwudhu.
Kisah ‘Amr bin Ash ini memberikan pelajaran berharga tentang pemahaman dan penerapan syariat agama yang bijaksana. Semoga kisah ini dapat menjadi inspirasi bagi kita dalam memahami kebolehan dan kaidah-kaidah agama dengan lebih mendalam.