Aset derivatif merupakan aset turunan yang diperdagangkan di pasar berjangka. Berbeda dengan saham, obligasi, dan reksadana, aset derivatif tidak memiliki wujud fisik secara langsung. Transaksi aset derivatif melibatkan jual beli aset berjamin dengan aset berjamin, yang sering disebut sebagai transaksi jual beli utang dengan utang.
Sementara saham, obligasi, dan reksadana merupakan instrumen pasar modal yang dibeli oleh investor untuk tujuan investasi. Dalam pasar modal, aset-aset tersebut memiliki underlying asset berupa aset produktif dan umumnya diperdagangkan di pasar modal.
Kontrak yang melibatkan transaksi aset derivatif disebut kontrak mendatang (future contract) dan diperdagangkan di future market. Pasar berjangka ini dapat melibatkan berbagai komoditas seperti minyak bumi, emas, gandum, hingga cryptocurrency.
Dalam konteks transaksi aset derivatif, perlu diperhatikan beberapa hal penting seperti kehalalan produk, penetapan harga yang jelas, serta menghindari praktik-praktik yang tidak sesuai dengan prinsip syariah seperti gharar, riba, dan ghabn.
Namun, perlu dicatat bahwa transaksi saham dan obligasi dalam pasar berjangka dapat meningkatkan risiko spekulasi dan kerugian yang tinggi. Oleh karena itu, sebaiknya para trader mempertimbangkan risiko dengan hati-hati sebelum melakukan transaksi di pasar derivatif.
Dalam transaksi forex sebagai komoditi, penting untuk memperhatikan apakah forex dianggap sebagai komoditas atau mata uang. Hal ini akan mempengaruhi jenis akad yang digunakan dalam transaksi tersebut.
Dengan memahami karakteristik dan prinsip-prinsip transaksi aset derivatif dalam pasar keuangan Islam, diharapkan para pelaku pasar dapat melakukan transaksi secara syariah dan meminimalkan risiko yang mungkin timbul. Perkembangan lebih lanjut mengenai topik ini akan diulas dalam tulisan-tulisan mendatang.