Islam memberikan berbagai keringanan bagi pemeluknya dalam kondisi tertentu. Salah satunya adalah keringanan dalam melaksanakan shalat ketika dalam perjalanan (safar), yaitu jamak dan qashar. Jamak berarti menggabungkan dua shalat fardhu dalam satu waktu, sementara qashar berarti meringkas jumlah rakaat shalat yang empat rakaat menjadi dua rakaat. Selain itu, Islam juga memberikan keringanan lain seperti jamak karena hujan dan sakit.
Dalil utama yang dijadikan pedoman oleh para ulama adalah firman Allah ﷻ dalam Al-Qur’an:
وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ
Artinya, “Dan apabila kamu bepergian di bumi, maka tidaklah berdosa kamu meng-qashar shalat” (QS An-Nisa’: 101).
Para ulama fiqih memiliki pandangan yang berbeda mengenai shalat qashar. Banyak ulama berpendapat bahwa pada awalnya, shalat hanya wajib dilakukan dua rakaat. Seiring perkembangan, barulah disyariatkan shalat empat rakaat dalam kondisi tidak bepergian (hadhar). Hukum asal shalat yang hanya dua rakaat ini tetap berlaku dalam keadaan perjalanan (safar). Pendapat ini didasarkan pada perkataan Sayyidah Fatimah yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad:
أول ما فرضت الصلاة ركعتين ركعتين، فأقرّت في السفر، وزيدت في الحضر
“Pertama kali shalat diwajibkan adalah dua rakaat. Kemudian shalat safar ditetapkan (dengan hukum ini), dan shalat hadhar (saat di rumah) ditambah (menjadi empat rakaat).”
Namun, banyak juga ulama yang tidak sepakat dengan pendapat ini. Mereka berpendapat bahwa shalat qashar disyariatkan bersamaan dengan shalat khauf (shalat yang khusus dipraktikkan dalam peperangan) saat peperangan Dzatir Riqa’ pada tahun 4 hijriah.
Ulama juga berbeda pendapat mengenai awal disyariatkannya shalat safar (perjalanan). Menurut Imam Ibnul Atsir, disyariatkan pada tahun ke-4 dari hijrahnya Nabi. Menurut Imam ad-Daulabi, disyariatkan pada bulan Rabiul Akhir, tepatnya pada tahun kedua Hijriah. Ada juga yang berpendapat bahwa disyariatkannya shalat safar bertepatan setelah 40 hari dari hijrahnya Nabi.
Jika dalam menentukan asal muasal shalat qashar terdapat banyak perdebatan di kalangan ulama, maka dalam sejarah shalat jamak, para ulama sepakat bahwa menjamak dua shalat fardhu dalam satu waktu pertama kali dilakukan oleh Nabi Muhammad ﷺ pada tahun 9 Hijriah, saat peristiwa Perang Tabuk.
Qashar adalah kata yang berasal dari bahasa Arab yang artinya memperpendek atau meringkas. Dalam istilah ilmu fiqih, maknanya adalah memperpendek rakaat shalat wajib dari empat rakaat menjadi dua rakaat sebagai dispensasi (rukhsah) bagi musafir. Namun, tidak semua musafir dan tidak setiap perjalanan mendapatkan dispensasi qashar. Ada sebelas syarat yang harus dipenuhi menurut Habib Hasan al-Kaf untuk mendapatkan keringanan ini:
- Bertujuan pada tempat yang telah ditentukan.
- Perjalanan bersifat mubah, bukan karena kemaksiatan.
- Perjalanannya karena tujuan yang baik, seperti berdagang, haji, silaturahim, dan sebagainya.
- Perjalanannya mencapai dua marhalah, kurang lebih 89 km.
- Telah melewati batas desa.
- Masih ada dalam perjalanan sampai shalat selesai.
- Mengetahui hukum diperbolehkannya meng-qashar shalat.
- Shalat yang diqashar adalah shalat empat rakaat, tidak berlaku untuk Subuh dan Maghrib.
- Niat melakukan shalat qashar ketika takbiratul ihram.
- Menjaga hal-hal yang bisa menghilangkan niat qashar dan tidak ada keraguan dalam niat tersebut.
- Tidak bermakmum kepada orang yang shalat sempurna (empat rakaat).
Allah ﷻ menegaskan bahwa dalam mensyariatkan hukum-hukum agama, Dia tidak menetapkan sesuatu yang menyulitkan atau menyusahkan hamba-Nya. Sehingga apabila seorang hamba sedang dalam kesulitan dalam menjalankan perintah agama-Nya, Allah ﷻ telah memberikan kemurahan baginya agar hukum Islam dapat senantiasa diterima dan dilaksanakan dalam keadaan apa pun. Sejalan dengan firman Allah:
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
Artinya, “Dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama” (QS Al-Hajj: 78).
Dalam sebuah hadits juga dijelaskan oleh Rasulullah ﷺ:
بُعِثْتُ بِالْحَنِيفِيَّةِ السَّمْحَةِ
Artinya, “Aku diutus dengan membawa agama yang lurus serta pemurah” (HR Ahmad).
Bepergian merupakan kebutuhan bagi banyak orang, mulai dari berdagang, belajar, silaturahim, hingga menunaikan ibadah haji. Bepergian sering kali memberikan efek capek dan lelah bagi mereka yang melakukannya. Pada masa awal Islam, bepergian tidak semudah sekarang karena keterbatasan kendaraan praktis dan iklim Jazirah Arab yang kering dan gersang.
Akan sangat sulit jika di tengah perjalanan yang mendesak dan terburu-buru diharuskan berhenti lima kali sehari untuk mengerjakan shalat tanpa ada keringanan sama sekali. Oleh karenanya, syariat Islam memberikan kemudahan bagi orang-orang yang sedang bepergian dengan menetapkan rukhsah melakukan shalat qashar.
Dalam sebuah hadits disebutkan:
السفر قطعة من العذاب يمنع أحدكم نومه وطعامه وشرابه فإذا قضى أحدكم نهمته من سفره فليعجل إلى أهله
Artinya, “Bepergian adalah sepotong siksaan. Ia menghalangi salah seorang dari kalian dari tidur, makan, dan minum. Maka, jika telah selesai dari keperluan perjalanannya, segeralah kembali pada keluarganya” (HR Abu Hurairah).
Maksud dari hadits di atas adalah setiap perjalanan tidak bisa lepas dari kesulitan, baik panjangnya perjalanan maupun perpisahan dengan orang-orang tercinta. Dengan melakukan perjalanan, seseorang akan merasakan perpisahan dengan keluarga dan terhalangnya berbagai aktivitas seperti mendidik anak atau bercengkerama dengan istri.
Syariat Islam memberikan kemudahan untuk mengurangi kesulitan tersebut dengan menetapkan rukhsah melakukan shalat qashar.