- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Bahaya Cacing Hati dalam Daging dan Aspek Kehalalannya

Google Search Widget

Seperti dilansir dari KompasTV, jelang hari raya Idul Fitri, Satgas Pangan Kabupaten Kediri telah melakukan inspeksi bahan pangan ke sejumlah pasar. Hasilnya, ditemukan daging sapi yang terindikasi mengandung cacing hati. Inspeksi ini dilakukan pada Selasa (4/5/2021) di Pasar Ngadiluwih, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Satu per satu bahan pangan seperti beras diperiksa kualitas dan harga jualnya.

Fenomena jual beli seperti ini sering kita temui di setiap momen hari besar agama atau perayaan nasional. Mengonsumsi daging yang tidak segar dan mengandung cacing hati dapat berakibat buruk bagi kesehatan manusia.

Cacing hati (Fasciola hepatica) adalah hewan parasit yang bisa menginfeksi organ hati, kantong empedu, saluran empedu, dan menyebabkan berbagai komplikasi pada individu yang terinfeksi. Penting untuk mewaspadai kemungkinan infeksi hewan parasit ini.

Infeksi cacing hati umumnya terjadi setelah mengonsumsi makanan yang mengandung larva cacing hati. Larva ini masuk bersama makanan, kemudian berpindah dari usus ke saluran empedu dan berkembang biak dalam hati. Berikut adalah siklus hidup F. hepatica:

  1. Telur keluar bersama tinja
  2. Menetas di air menjadi mirasidium
  3. Masuk ke hospes (inang) perantara 1 (keong air)
  4. Berkembang menjadi sporokista
  5. Redia 1
  6. Redia 2
  7. Sarkaria
  8. Keluar dari hospes perantara 1
  9. Menempel pada hospes perantara 2 (tumbuhan air)
  10. Berkembang menjadi metasarkaria
  11. Jika tumbuhan air yang mengandung metasarkaria tertelan hospes definitif, akan terjadi pembentukan kista di dalam duodenum
  12. Menembus dinding usus
  13. Cavum abdominalis (rongga perut)
  14. Menembus kapsul hepar (hati)
  15. Parenkim hepar
  16. Saluran empedu
  17. Menetap dan berkembang menjadi dewasa dalam waktu kurang lebih 12 minggu.

Akibat terinfeksi cacing hati dapat menimbulkan kerusakan parenkim hepar hingga terjadi nekrosis serta obstruksi/penyumbatan empedu. Tekanan dan hasil metabolik cacing yang toksik serta migrasi cacing menimbulkan peradangan adenomateus dan fibrotik di saluran-saluran empedu sehingga terjadi ikterus. Di Timur Tengah, ditemukan semacam laryngopharyngitis yang dikenal dengan “halzoun” yaitu pharyngeal fascioliasis yang disebabkan cacing dewasa yang termakan bersama hati hewan ternak yang tidak dimasak.

Teknik pencegahan yang dianjurkan oleh dokter adalah memasak daging sebelum dikonsumsi.

Hukum daging yang halal secara syar’i adalah apabila daging itu disembelih secara syar’i. Daging yang tidak disembelih secara syar’i dapat berakibat pada segala sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari daging itu, atau muncul dari daging itu menjadi haram.

Namun, bagaimana bila daging disembelih secara halal tetapi keluar makhluk hidup lain seperti cacing hati? Berdasarkan anjuran dari dokter, daging yang mengandung cacing hati masih berpotensi menularkan larva cacing bagi pengonsumsinya. Dengan mempertimbangkan hal ini, kita dianjurkan untuk menjauhinya demi menghindari kerusakan.

Namun, ada mekanisme untuk menghindari infeksi cacing hati dengan cara merebus daging tersebut. Karena sulitnya mengidentifikasi daging yang terinfeksi, boleh mengonsumsi daging itu dengan beberapa catatan sebagaimana disampaikan oleh para ulama.

Cacing hati merupakan organisme yang tumbuh dan menjangkiti daging sehingga bukan sesuatu yang tumbuh di dalam daging. Keberadaan cacing hati di dalam daging ini menyerupai ulat kecil yang hidup pada inang.

Ulat kecil pada dasarnya adalah telur dari lalat yang hinggap pada daging dan kemudian menetas di daging tersebut. Secara asal hidupnya, antara ulat kecil dengan cacing hati sama-sama berasal dari luar tubuh inang.

Untuk kategori hewan/mikroorganisme yang tumbuh dari luar inang, para fuqaha’ menyebutkan status kehalalan mikroorganisme tersebut dengan catatan sebagai berikut:

  1. Asal dari mikroorganisme ini adalah haram karena organisme itu berasal dari luar daging.
  2. Setiap organisme yang tumbuh dan muncul dari daging, maka organisme tersebut adalah haram.
  3. Organisme yang tumbuh berasal dari media daging hukumnya adalah halal dengan catatan apabila organisme itu tumbuh dengan sendirinya dari daging, bukan ditaburkan di daging atau dicampur bersama-sama dengan daging.

Imam Nawawi dalam Raudlatu al-Thalibin menyampaikan bahwa ulat yang hidup di dalam buah atau sejenisnya, jika mati dalam media asalnya, hukum kenajisannya mengikuti kematiannya. Mengenai kehalalan memakan ulat bersama media asalnya ada tiga pendapat: halal dengan catatan, halal secara mutlak, dan haram secara mutlak.

Berdasarkan beberapa keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa:

  1. Cacing hati diqiyaskan statusnya dengan ulat kecil.
  2. Hukum mengonsumsi daging yang terinfeksi cacing hati secara fiqih adalah halal dengan catatan daging inangnya diperoleh dari hospes yang disembelih.
  3. Adanya cacing hati di dalamnya tidak menghilangkan segi kehalalan daging.
  4. Namun, jika pihak dokter atau pengambil kebijakan memutuskan status positif terinfeksinya daging oleh cacing hati, sebaiknya masyarakat menghindari mengonsumsi daging itu sebagai bentuk kehati-hatian dari bahaya.
Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

April 18

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?