Di tengah upaya percepatan pertumbuhan ekonomi nasional, pemerintah Indonesia mengalokasikan bantuan modal kepada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) melalui bank-bank yang telah ditunjuk. Namun, pengajuan bantuan ini tidaklah mudah karena pihak UMKM harus memenuhi sejumlah prasyarat yang telah ditetapkan oleh bank.
Salah satu pertimbangan penting dalam penyaluran bantuan modal ini adalah aspek hukum Islam terkait dengan prasyarat yang harus dipenuhi oleh UMKM. Misalnya, dalam hal pengajuan KUR dan Kupedes, pelaku UMKM harus memiliki usaha produktif yang telah berjalan minimal 6 bulan, tidak sedang menerima kredit lain untuk keperluan konsumtif, serta memiliki Surat Izin Usaha dan dokumen lain seperti KTP dan Kartu Keluarga.
Dalam konteks hukum Islam, setiap transaksi yang melibatkan penyerahan harta dengan harapan pengembalian bersifat utang (qardl) atau gadai (rahn) harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Misalnya, Surat Izin Usaha dan Surat Keterangan Usaha hanyalah bukti keberadaan usaha yang dilakukan oleh debitur, bukan jaminan aset fiktif. Sementara itu, dokumen KTP dan Kartu Keluarga hanya berfungsi sebagai bukti penguat atas identitas pelaku usaha.
Terhadap bunga yang dikenakan pada pinjaman seperti KUR, perlu diperhatikan bahwa jika bunga tersebut terkait dengan akad gadai, maka hal itu termasuk dalam kategori riba yang diharamkan. Namun, jika bunga tersebut dianggap sebagai harga sewa aset usaha yang dimiliki oleh bank, maka hal tersebut dapat diterima dalam pandangan hukum Islam.
Dalam menjawab permasalahan terkait dengan prasyarat pengajuan kredit dan status bunga pinjaman, penting bagi pelaku UMKM untuk memahami secara mendalam implikasi hukum Islam dalam setiap transaksi keuangan yang mereka lakukan. Dengan demikian, mereka dapat mengambil langkah-langkah yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah untuk menghindari transaksi riba yang diharamkan dalam Islam.