Pada proses pengajuan kredit atau pembiayaan, masyarakat umumnya harus menyertakan bukti kepemilikan aset seperti sertifikat tanah atau BPKB kendaraan sebagai jaminan. Aset ini digunakan sebagai agunan terhadap pinjaman yang diberikan.
Dalam beberapa produk terbaru dari lembaga berbasis syariah, terdapat sistem pinjaman online tanpa agunan fisik. Meskipun demikian, penilaian tetap dilakukan berdasarkan surat kepemilikan untuk menentukan harga barang sebagai acuan pengucuran kredit.
Dalam konteks penyerahan utang dengan barang sebagai agunan, akad yang umumnya digunakan adalah akad gadai. Baik dilakukan oleh perbankan maupun lembaga pegadaian, jika ada aset yang dijadikan agunan, maka secara otomatis akad yang berlaku adalah akad gadai.
Salah satu permasalahan dalam praktik ini adalah banyak barang yang dijadikan agunan tidak diserahkan ke lembaga pembiayaan. Debitur masih terus menggunakan barang jaminan, yang dapat menyebabkan kerusakan atau susut nilai pada barang tersebut.
Dalam pegadaian syariah, seringkali digunakan akad bai’ murabahah atau ijarah untuk jenis agunan tertentu. Namun, penerapan akad tertentu seperti IMBT dapat menimbulkan masalah baru, seperti ketidakjelasan kepemilikan barang dan risiko kerugian.
Untuk mengatasi masalah kontraprestasi dalam pembiayaan, penting untuk kembali pada prinsip asal dari akad gadai. Pihak pembiayaan harus menjaga agar barang gadai tidak mengalami susut nilai dan menyediakan tempat penyimpanan yang sesuai.
Dalam kondisi di mana nasabah terus menggunakan barang jaminan, solusi yang dapat dilakukan adalah membeli barang tersebut dari nasabah. Hal ini akan memastikan bahwa pihak pembiayaan dapat menjaga nilai barang dan menghindari kerugian.
Pilihan lain adalah dengan menyewakan kembali barang yang telah dibeli oleh pembiayaan kepada nasabah, dengan mekanisme pembayaran sewa bulanan. Namun, risiko kerusakan barang akibat penggunaan berlebih menjadi tanggung jawab penyewa.
Dalam hal nasabah memutuskan untuk membeli kembali barang jaminan, baik secara tunai maupun kredit, penting untuk menetapkan harga dan tenor pembayaran dengan jelas. Kerusakan pada barang yang dibeli secara kredit menjadi tanggung jawab pembeli.
Memperhatikan prinsip-prinsip dasar akad gadai dan menjaga agar tidak terjadi kerugian pada pihak pembiayaan merupakan langkah penting dalam menyikapi masalah kontraprestasi dalam pembiayaan syariah maupun konvensional.