Zakat, sebagai salah satu rukun Islam, memiliki peran vital dalam menegakkan syariat. Dalam Islam, zakat menjadi kewajiban bagi umat Islam setelah syahadat dan shalat. Alokasi zakat harus tepat sasaran, yang terdiri dari delapan golongan mustahiq sesuai dengan firman Allah subhanahu wata’ala.
Dalam penyaluran zakat, terkadang muzakki enggan memberitahukan kepada mustahiq bahwa harta yang diterimanya merupakan zakat, atas berbagai alasan. Namun, menurut para ulama fiqih, yang terpenting dalam pelaksanaan zakat adalah niatnya. Jika harta diberikan dengan niat zakat, maka sah sebagai zakat meskipun tidak diucapkan kepada mustahiq bahwa itu adalah zakat.
Para pakar fiqih menegaskan bahwa tidak ada keharusan untuk melafalkan niat zakat secara verbal, cukup dengan niat dalam hati. Niat zakat dapat dilakukan saat memisahkan harta yang akan ditunaikan sebagai zakat atau saat memberikannya kepada pengelola zakat.
Pendapat ulama mazhab Syafi’i menyatakan bahwa pemberian harta kepada mustahiq tanpa menyebutkan status zakat tetap sah sebagai zakat. Mereka menekankan pentingnya niat yang jelas dalam penyaluran zakat.
Bahkan, dalam fiqih Maliki, disebutkan bahwa memberitahukan kepada mustahiq tentang status harta zakat yang diberikan hukumnya makruh karena dapat melukai hati penerima zakat.
Kesimpulannya, selama niat telah sesuai dengan aturan fiqih, penyaluran zakat kepada mustahiq tetap sah meskipun statusnya tidak disampaikan secara eksplisit sebagai zakat. Yang terpenting adalah kesadaran dan keikhlasan dalam menjalankan kewajiban zakat. Semoga informasi ini bermanfaat untuk memperkuat pemahaman tentang pentingnya niat dalam pelaksanaan ibadah zakat.