- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Penggunaan Dinar, Dirham, dan Fulus dalam Konteks Ekonomi Syariah di Indonesia

Google Search Widget

Penggunaan dinar, dirham, dan fulus sebagai alternatif transaksi ekonomi syariah di Indonesia telah menjadi topik yang menarik perbincangan. Sebagai instrumen yang dikenal dalam konsep “kembali kepada dinar dan dirham,” produk-produk ini mencoba menghadirkan nilai-nilai syariah dalam sistem pembayaran. Namun, penting untuk memastikan bahwa produk-produk tersebut memenuhi standar kejelasan dan kalibrasi untuk diakui sebagai barang nilai serta satuan nilai/harga yang sah.

Dalam konteks kalibrasi produk, perbandingan kadar untuk dinar dan dirham dipaparkan. Dinar diproduksi dengan berat 4.25 gram berkadar 22 karat, sedangkan dirham diproduksi dengan berat 2.975 gram berkadar 24 karat. Standar kemurnian emas yang diusung oleh produsen dinar di Indonesia, seperti Wakala dan PT Aneka Tambang, sejalan dengan ketentuan internasional yang diakui.

Meskipun harga tukar dinar di pasaran Indonesia bervariasi, namun harga-harga tersebut masih masuk dalam kisaran umum bagi produk dengan kadar dan berat yang sama. Hal ini menunjukkan tidak adanya indikasi kecurangan dalam penetapan harga.

Namun, ketika melihat tinjauan fiqih terhadap penggunaan dinar, dirham, dan fulus sebagai media transaksi di Indonesia, terdapat beberapa kendala yang perlu diperhatikan. Salah satunya adalah ketidaksesuaian satuan terkecil mata uang fulus dengan standar satuan terkecil rupiah di Indonesia. Selain itu, keberadaan dinar, dirham, dan fulus belum secara resmi diakui oleh pemerintah sebagai alat tukar (uang), sehingga tidak dapat digunakan sebagai standar pembayaran ganti rugi.

Dalam pandangan fiqih muamalah, dinar, dirham, dan fulus dari Wakala lebih cenderung berperan sebagai perhiasan yang dapat diperjualbelikan. Meskipun boleh digunakan sebagai media tukar, namun kedudukan dinar dan dirham tetap sebagai barang ribawi yang mengikuti kaidah taqabudl dan hulul dalam transaksi.

Dengan demikian, penggunaan dinar, dirham, dan fulus dalam praktiknya lebih cocok sebagai perhiasan daripada alat tukar resmi di Indonesia. Perlu adanya pemahaman mendalam terkait risiko dan batasan penggunaannya agar tidak menimbulkan ketidakpastian dalam sistem ekonomi syariah tanah air.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

April 17

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?