Shalat qabliyah dan badiyah Dhuhur atau Jumat memiliki dasar hukum yang jelas dalam hadits dan fiqih. Dalam mazhab Syafi’iyah, shalat qabliyah dan badiyah Dhuhur merupakan bagian dari shalat sunnah rawatib, yaitu shalat sunnah yang dianjurkan untuk dilakukan bersama dengan shalat fardhu lima waktu.
Terdapat dua jenis shalat sunnah rawatib, yaitu yang sangat dianjurkan (muakkad) dan yang kurang dianjurkan (ghairu muakkad). Jumlah total shalat sunnah rawatib adalah 18 rakaat, terdiri dari 10 rakaat shalat sunnah rawatib muakkad dan 8 rakaat shalat sunnah rawatib ghairu muakkad.
Shalat sunnah rawatib muakkad meliputi: dua rakaat sebelum Dhuhur, dua rakaat setelah Dhuhur, dua rakaat setelah Maghrib, dua rakaat setelah Isya’, dan dua rakaat sebelum Subuh. Sedangkan shalat sunnah rawatib ghairu muakkad mencakup delapan rakaat tambahan, seperti dua rakaat tambahan sebelum dan setelah Dhuhur serta empat rakaat sebelum Ashar.
Untuk shalat sunnah qabliyah Jumat, disunnahkan untuk melaksanakan empat rakaat sebelumnya dan empat rakaat sesudahnya. Hal ini didasarkan pada hadits yang menganjurkan hal tersebut. Jika seseorang tidak melaksanakan shalat Dhuhur bersama dengan shalat Jumat, maka posisi shalat sunnah ba’diyah Jumat akan diambil oleh shalat qabliyah Dhuhur.
Dalam kasus di mana seseorang melaksanakan shalat Jumat namun shalat tersebut tidak sah, disarankan untuk tetap melaksanakan shalat qabliyah Dhuhur kemudian shalat Dhuhur, diikuti dengan shalat ba’diyah Dhuhur.
Dengan demikian, terdapat empat rakaat shalat sunnah qabliyah dan badiyah Dhuhur/Jumat, di mana dua rakaat merupakan shalat sunnah rawatib muakkad. Sementara dua rakaat lainnya termasuk dalam golongan sunnah rawatib ghairu muakkad. Semoga penjelasan ini dapat memperjelas ketentuan mengenai shalat sunnah qabliyah dan badiyah Dhuhur/Jumat.
