Reksadana adalah sebuah instrumen investasi yang memungkinkan penghimpunan dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh seorang Manajer Investasi (MI). Dalam UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, portofolio efek dijelaskan sebagai kumpulan efek yang dimiliki oleh berbagai pihak seperti perseorangan, perusahaan, usaha bersama, asosiasi, atau kelompok terorganisasi.

Efek sendiri merupakan surat berharga yang meliputi surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan derivatif dari Efek.

Dalam konteks trading dan reksadana, peran MI memiliki perbedaan yang signifikan. Pada trading, MI bertindak sebagai wakil dari trader untuk melakukan transaksi jual beli berdasarkan perintah trader. Sementara dalam investasi/reksadana, MI bertindak sebagai mitra atau wakil yang memiliki kendali penuh terhadap modal bersama yang disetor oleh investor.

Dalam relasi akad qiradl pada reksadana, MI bertindak sebagai lembaga tamwil yang mengelola modal dari investor tanpa menyetorkan modal sendiri. Sementara dalam relasi akad wakalah, MI berperan sebagai mediator antara investor dan Perusahaan Penerbit Efek (PPE) dengan upah yang bisa diterima hanya dari akad ijarah.

Perbedaan mendasar antara reksadana dan trading terletak pada durasi penahanan harta di MI. Jika tidak ada durasi penahanan, itu termasuk trading (bai hukmy), sedangkan jika ada penahanan, itu termasuk reksadana. Investor dan MI dalam reksadana memiliki dua kemungkinan relasi, yaitu relasi akad qiradl dengan MI sebagai lembaga tamwil atau relasi akad wakalah bi al-ujrah dengan MI sebagai mediator investasi, sementara dalam trading, MI bertindak sebagai wakil trader.

Dengan memahami peran MI dalam reksadana dan trading serta perbedaan mendasar di antara keduanya, investor dapat menentukan strategi investasi yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan finansialnya.