Akuisisi merupakan sebuah akad pengambilan hak dan wewenang serta kepemilikan dari suatu entitas perusahaan atau entitas usaha tertentu. Di dalam fiqih klasik, teknik akuisisi ini sering diperankan melalui akad syuf’ah.

Ilustrasi Kasus Akuisisi:

Sebagai contoh, dua orang patungan membeli sepeda seharga Rp18 juta, di mana masing-masing pihak mengeluarkan uang sebesar Rp9 juta. Karena salah satu pihak berencana menikah dan ingin memiliki sepenuhnya kepemilikan sepeda tersebut, mereka melakukan upaya menebus kepemilikan. Setelah sepeda dinilai seharga Rp12 juta oleh dealer, kedua pihak setuju untuk melakukan saling tebus dengan satu pihak membayar Rp6 juta.

Penerapan Akad Syuf’ah:

Pola akuisisi seperti ini umumnya diterapkan dalam masyarakat dengan prinsip yang diperbolehkan dalam syariah. Akad syuf’ah hanya berlaku untuk harta yang dapat dibagi, sementara tidak diperkenankan untuk harta yang tidak dapat dibagi.

Prinsip Utama Akad Syuf’ah:

Dalam fiqih, terdapat prinsip bahwa akad syuf’ah harus melibatkan patungan antara dua orang atau lebih, dengan terjadi percampuran harta secara bersama (khalathah syuyu’) pada objek yang bisa dibagi. Setiap pelaku syuf’ah juga tidak diperbolehkan menjual bagiannya kepada orang lain tanpa seizin pihak lainnya.

Pola Akuisisi dalam Konteks Modern:

Di era modern, pola akuisisi berkembang dengan pesat. Beberapa di antaranya masih menggunakan konsepsi syuf’ah, namun ada pula yang meninggalkan konsepsi tersebut. Contoh pola akuisisi modern meliputi merger, saham, dan aset. Dalam akuisisi aset terdapat jenis seperti horizontal, vertikal, dan konglomerat. Meskipun akuisisi aset paling sesuai dengan konsep syuf’ah, tidak semua jenis akuisisi aset dapat dikategorikan sebagai syuf’ah.

Dengan demikian, akuisisi dalam konteks syuf’ah memerlukan pemahaman yang mendalam tentang prinsip-prinsipnya agar dapat dilaksanakan dengan sesuai dengan ketentuan fiqih Islam.