- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Relasi Pendidikan dalam Islam: Antara Sami’na Wa Atha’na dan Ilmu Al-Huda

Google Search Widget

Pendidikan dalam ajaran Islam memiliki konsep yang sangat dalam dan bernilai tinggi. Konsepsi awal dari pendidikan adalah sami’na wa atha’na, yang berarti mendengar dan patuh. Konsep ini sering kali dikaitkan dengan doktrin, di mana hubungan antara guru dan murid bersifat satu arah. Guru sebagai pembawa ajaran yang dianggap benar mutlak kepada murid atau para sahabat. Ajaran ini berkembang dari pengajaran Baginda Nabi kepada para sahabatnya. Bahkan dalam hubungan antara Nabi dengan Malaikat Jibril, serta antara Allah SWT dengan Malaikat Jibril, semuanya didasarkan pada relasi sami’na wa atha’na, mendengar dan patuh.

Dalam sejarah umat nabi-nabi terdahulu seperti Nabi Isa dengan kaum Nashrani dan Nabi Musa dengan kaum Bani Israil, pola hubungan pendidikan yang ditekankan adalah relasi sami’na wa atha’na. Output dari hubungan ini, disebut sebagai relasi pendidikan ilmu al-huda (ilmu petunjuk) oleh KH Muhammad Hasyim Asy’ari. Hal ini karena ajaran yang disampaikan bersifat absolut muthlaq, yang berasal dari wahyu yang bersifat suprarasional dan mutlak. Dalam hubungan ini, tidak ada negosiasi karena ajaran tersebut merupakan perintah langsung dari Allah.

Visi utama dalam penyampaian ilmu al-huda adalah dakwah untuk mencapai keteraturan dunia dan akhirat. Oleh karena itu, inti ajaran selalu berkaitan dengan aspek iman, yaitu keyakinan dan kepercayaan. Karena sifatnya yang imanen, tidak ada upah di dalam hubungan ini karena penyampaiannya adalah perintah langsung dari Allah.

Dalam Islam, pengetahuan dibagi menjadi tiga kategori: ilmu akhirat, ilmu dunia, dan ilmu dunia serta akhirat. Ilmu akhirat seperti hukum Islam menjadi fardlu ain untuk dipelajari karena berkaitan dengan kewajiban individu. Sedangkan ilmu dunia seperti perdagangan, kehakiman, dan pemerintahan bertujuan untuk keuntungan dunia. Ilmu yang menggabungkan kedua aspek tersebut memiliki visi untuk mencapai keuntungan material baik di dunia maupun di akhirat.

Dari sini, muncul lembaga pendidikan berbasis akad ijarah dengan berbagai variasi. Ada yang berorientasi pada dunia saja, namun tidak sedikit yang memadukan orientasi duniawi dan ukhrawi. Masuk ke dalam lembaga pendidikan ini harus dimulai dengan niat dan akad ijarah.

Dalam konteks pembelajaran yang berorientasi pada duniawi, lembaga pendidikan harus memberikan pemahaman yang jelas kepada peserta didik sesuai dengan kategori lulusannya. Namun, beberapa lembaga pendidikan terkadang tidak menjalankan prinsip dasar pendidikan dan pembelajaran dengan benar, yang bisa mengarah pada praktik penipuan.

Pengetahuan hanya bisa disampaikan dengan baik jika ada upaya mendidik dan mengajari. Sertifikat hanya bisa diberikan jika ada transfer pengetahuan dan keahlian yang konkret. Oleh karena itu, praktik pemberian sertifikat tanpa dasar pendidikan yang kuat dapat dianggap sebagai penipuan dan dilarang dalam Islam.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

March 10

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?