Ibadah kurban yang dilakukan pada hari raya Idul Adha memiliki makna dan hikmah yang mendalam bagi umat Islam. Tradisi ini bukanlah sesuatu yang baru, melainkan telah dilakukan oleh bangsa Arab sejak zaman nenek moyang mereka, Nabi Ibrahim AS. Penyembelihan hewan kurban merupakan salah satu bentuk taqarrub kepada Allah SWT.
Dalam masa jahiliyah, masyarakat Arab menyembelih hewan kurban dengan tujuan menyembah berhala. Namun, Allah menegaskan melalui Surat Al-Hajj ayat 37 bahwa yang dicari-Nya bukanlah daging dan darah hewan kurban, melainkan ketakwaan dan keikhlasan hati umat-Nya.
Tradisi penyembelihan hewan kurban juga pernah dilestarikan dengan cara membanjiri Ka’bah dengan daging kurban dan memercikkannya dengan darah kurban. Namun, Allah menekankan melalui ayat-ayat-Nya bahwa yang diterima-Nya adalah ibadah yang dilakukan dengan hati yang tulus dan ikhlas.
Hadits Rasulullah juga mengingatkan bahwa Allah melihat hati dan perbuatan hamba-Nya, bukan sekadar bentuk atau harta yang dimiliki. Ibadah kurban dan sedekah yang dilakukan dengan ikhlas akan diterima oleh Allah dengan penuh kebaikan.
Surat Al-Hajj ayat 36 menjelaskan tata cara penyembelihan hewan kurban yang benar, termasuk menyebut nama Allah ketika menyembelih, memakan sebagian daging, dan memberi makan kepada orang yang berhak. Hal ini menunjukkan pentingnya menjaga niat, keikhlasan, dan ketaatan dalam menjalankan ibadah kurban.
Dalam ibadah kurban, kepatuhan terhadap syariat dan kesadaran akan keikhlasan dalam beribadah merupakan kunci utama agar ibadah tersebut diterima oleh Allah. Dengan demikian, ibadah kurban bukan sekadar tradisi fisik semata, melainkan bentuk pengabdian dan taqwa kepada Allah SWT.