Istighfar merupakan istilah yang sering kita dengar dalam percakapan sehari-hari, terutama saat seseorang diminta untuk memohon ampun atas kesalahan yang telah dilakukan. Dalam konteks bahasa Arab, istighfar berasal dari kata kerja istaghfara yang mengandung arti memohon ampun. Imam Nawawi menjelaskan bahwa istighfar berarti memohon ampun kepada Allah.

Dalam praktiknya, seringkali kita menggunakan dua bentuk lafal istighfar, yaitu atubu ilaih dan atubu ilaik. Meskipun kedua bentuk ini terdengar simpel, namun ada sebagian orang yang masih bingung dalam penggunaannya.

Pertama, atubu ilaih. Lafal ini digunakan ketika seorang berbicara tentang memohon ampun kepada Allah. Misalnya, dalam hadits disebutkan bahwa Rasulullah SAW bertobat kepada Allah lebih dari 70 kali dalam sehari semalam.

Kedua, atubu ilaik. Lafal ini sering diucapkan sebagai penutup doa, misalnya setelah wudhu. Dalam penggunaannya, kata “ilaik” menunjukkan bahwa seseorang sedang bertobat kepada Allah.

Konsekuensi dari penggunaan atubu ilaih dan atubu ilaik juga perlu dipahami. Ketika seseorang mengucapkan lafal istighfar dengan salah satu dari kedua bentuk tersebut, itu berarti dia secara tegas menyatakan bahwa dia bertobat atas kesalahannya. Namun, penting untuk diingat bahwa bertobat bukan hanya dalam ucapan, tetapi juga dalam tindakan. Seseorang dianggap berdusta jika dia terus melakukan dosa meskipun telah mengucapkan istighfar.

Dalam menjalankan istighfar, penting untuk juga mengaplikasikan niat untuk meninggalkan dosa-dosa dan mendekatkan diri kepada Allah. Istighfar adalah salah satu bentuk permohonan ampun kepada Allah sebagai bentuk pengakuan atas kesalahan yang telah dilakukan dan tekad untuk tidak mengulangi kesalahan tersebut.

Dengan pemahaman yang baik tentang penggunaan atubu ilaih dan atubu ilaik dalam istighfar, diharapkan kita dapat lebih mendekatkan diri kepada-Nya dan menjauhi perbuatan dosa. Semoga kita selalu diberikan kekuatan untuk terus memperbaiki diri dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.