Dalam praktik jual beli di masyarakat Indonesia, terdapat kebiasaan unik di mana pembeli seringkali mengambil atau menikmati barang terlebih dahulu sebelum membayar kepada penjual. Fenomena ini juga terlihat dalam belanja online, meskipun dengan perbedaan tertentu.
Melihat pandangan Imam Malik dan Imam Syafi’i, keduanya memiliki pendapat berbeda terkait praktik jual beli seperti ini. Imam Malik membolehkan model jual beli yang umum terjadi di masyarakat, sementara Imam Syafi’i cenderung menolaknya. Namun, beberapa ulama Syafi’iyyah mengizinkannya dengan beberapa syarat.
Dalam fiqih Syafi’iyyah, rukun dari transaksi jual beli mencakup tiga hal: pihak yang bertransaksi (penjual dan pembeli), redaksi ijab-qabul, dan barang yang diperjualbelikan. Redaksi transaksi menjadi penting dalam mazhab Syafi’i sebagai syarat sahnya transaksi jual beli.
Pendapat yang berbeda muncul terkait jual beli tanpa menggunakan redaksi sighat. Mazhab Syafi’i cenderung menganggapnya tidak sah, sementara Imam Malik dan sebagian ulama Syafi’iyyah lainnya menyatakan keabsahannya. Hal ini menunjukkan peran penting redaksi dalam menentukan kevalidan transaksi.
Meskipun mazhab Syafi’i menekankan pentingnya redaksi dalam jual beli sebagai indikator kerelaan pihak yang terlibat, mazhab Maliki lebih fleksibel dalam hal ini. Dalam konteks e-commerce yang berkembang pesat, fleksibilitas mazhab Maliki dapat menjadi solusi praktis. Namun, untuk transaksi besar, seperti tanah atau rumah, redaksi konkret tetap diperlukan sesuai pandangan mazhab Syafi’i.
Pendapat dari kedua mazhab ini memiliki keunggulan masing-masing dalam penyelesaian sengketa di pengadilan. Redaksi transaksi menjadi bukti yang penting dalam menyelesaikan perselisihan antara penjual dan pembeli. Pendapat Imam Syafi’i lebih digunakan dalam konteks persengketaan, sementara pendapat Imam Malik dapat menjadi petunjuk dalam kasus hukum lainnya.
Dengan demikian, pemahaman tentang redaksi sighat dalam jual beli menurut mazhab Syafi’i dan Maliki memberikan wawasan yang berharga dalam praktik transaksi sehari-hari. Perpaduan antara ketentuan syariat dan tradisi lokal menjadi kunci penting dalam menjalankan jual beli secara Islami dan sesuai dengan norma masyarakat setempat.