Hukum Islam bersumber dari dua sumber utama, yaitu Al-Qur’an dan hadits Nabi. Dalam pengambilan keputusan hukum Islam, para ulama menggunakan berbagai sumber hukum yang menjadi rujukan mereka. Ada sumber-sumber hukum yang disepakati oleh semua ulama, seperti Al-Qur’an, hadits, ijma’, dan qiyas. Namun, ada juga sumber-sumber hukum yang hanya digunakan oleh sebagian ulama.
Salah satu sumber hukum yang menarik perhatian adalah Amal Ahli Madinah. Dalam perspektif Malikiyyah, Imam Malik mengakomodasi tradisi masyarakat sebagai landasan hukum syariat. Beliau lebih terbuka terhadap tradisi daripada Imam Syafi’i. Amal Ahli Madinah menjadi salah satu pijakan dalam menetapkan hukum dalam Mazhab Maliki.
Menariknya, Imam Malik mendahulukan Amal Ahli Madinah daripada Hadits Ahad dalam metode penggalian hukumnya. Beliau menganggap bahwa jika ahli Madinah telah sepakat pada suatu masalah, maka pendapat yang berlawanan dengan mereka dapat ditolak. Hal ini menunjukkan pentingnya tradisi masyarakat Madinah dalam pandangan Imam Malik.
Amal Ahli Madinah juga menjadi perdebatan di kalangan ulama. Sebagian menganggap bahwa amal ini tidak bisa digunakan sebagai argumen untuk menentang pandangan lain, namun Imam Malik memandangnya sebagai argumen yang kuat untuk membantah pendapat yang berbeda dengan amal ahli Madinah.
Dengan melihat bagaimana Imam Malik memprioritaskan Amal Ahli Madinah atas Hadits Ahad, kita dapat memahami betapa pentingnya tradisi masyarakat dalam penentuan hukum dalam Mazhab Maliki. Studi atas Amal Ahli Madinah membawa kita pada pemahaman yang lebih mendalam tentang pandangan Imam Malik terhadap hukum Islam.