Zakat fitrah merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap Muslim, baik yang masih anak-anak maupun sudah dewasa, baik laki-laki maupun perempuan. Tujuan dari zakat fitrah adalah untuk mensucikan puasa Ramadhan dari dosa-dosa yang dilakukan selama bulan suci tersebut. Kewajiban ini disampaikan dalam hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Ibnu Umar.
Hadits tersebut menyatakan bahwa Rasulullah mewajibkan zakat fitrah berupa satu sha’ dari kurma atau satu sha’ dari gandum bagi setiap individu Muslim, baik yang merdeka maupun budak, laki-laki maupun perempuan.
Namun, zakat fitrah hanya wajib dikeluarkan oleh orang yang mampu. Artinya, seseorang dianggap mampu membayar zakat fitrah jika ia memiliki makanan pokok yang cukup untuk dirinya dan orang yang wajib dia nafkahi pada malam hari raya dan saat Idul Fitri tiba. Jika seseorang kekurangan makanan pokok pada saat hari raya, maka ia tidak diwajibkan untuk membayar zakat fitrah.
Apakah terdapat kewajiban lain bagi orang yang tidak mampu membayar zakat fitrah? Apakah ia wajib mengqadha membayar zakat ketika sudah mampu?
Para ulama Syafi’iyah sepakat bahwa orang yang tidak memiliki harta lebih dari kebutuhan pokok pada saat wajib membayar zakat, tidak diwajibkan membayar zakat fitrah, bahkan jika kemudian ia menjadi mampu setelah waktu wajib tersebut berlalu.
Namun, jika seseorang tidak mampu membayar zakat fitrah dengan ukuran yang sempurna pada malam hari raya dan hari raya Idul Fitri, namun mampu untuk membayar sebagian, maka tetap wajib baginya untuk mengeluarkan sebagian harta zakat yang dimilikinya.
Dengan demikian, orang yang tidak mampu membayar zakat fitrah tidak memiliki kewajiban terkait zakat, termasuk kewajiban mengqadha. Kewajiban mengqadha hanya berlaku bagi orang yang sebenarnya mampu membayar zakat fitrah namun tidak melakukannya selama bulan Ramadhan. Akan tetapi, bagi orang yang masih memiliki makanan pokok lebih dari kebutuhan, meskipun tidak melebihi ukuran yang sempurna, tetap diwajibkan untuk membayar zakat sesuai dengan kemampuannya.