Dalam dunia perdesaan, pertanian lebah madu menjadi salah satu sumber penghasilan yang cukup menjanjikan. Namun, ternyata terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama mengenai kewajiban zakat atas hasil madu yang dihasilkan.
Para ulama dari mazhab Malikiyah dan Syafi’i berpendapat bahwa tidak ada kewajiban zakat terhadap madu. Mereka berpegang pada argumen bahwa hadits yang mendukung kewajiban zakat pada madu dianggap lemah dan tidak bisa dijadikan landasan untuk mengwajibkannya.
Di sisi lain, ulama dari mazhab Hanafiyah dan Hanabilah menyatakan bahwa zakat pada madu wajib dikeluarkan sebesar 10% dari hasilnya. Namun, terdapat perbedaan pendapat mengenai nishab (batas minimal) yang harus dicapai sebelum kewajiban zakat ini berlaku.
Muhammad bin al-Hasan al-Syaibani dari mazhab Hanafi menyatakan bahwa nishab madu adalah 8 furqan, setara dengan 177,5 kg. Sedangkan Abu Yusuf memberikan pandangan bahwa dalam setiap 10 azuq, harus dikeluarkan 1 zuq sebagai zakat madu.
Meskipun terdapat perbedaan pendapat di antara ulama, mayoritas dari mereka cenderung menolak kewajiban zakat pada madu karena tidak adanya dasar yang kuat dalam syariat Islam yang menegaskan kewajiban ini. Sehingga, mengeluarkan sebagian hasil madu sebagai bentuk sedekah sunnah menjadi lebih dianjurkan daripada diwajibkan.
Dalam konteks ini, penting bagi para peternak lebah madu untuk memahami perbedaan pendapat ulama dan memutuskan dengan bijak dalam menjalankan kewajiban agama sesuai keyakinan masing-masing. Semoga hal ini membantu memberikan pemahaman yang lebih luas mengenai zakat madu dalam perspektif syariat Islam.