Di tengah pandemi virus Corona, kegiatan pengajian mengalami transformasi signifikan. Pandemi ini memaksa masyarakat untuk beradaptasi dengan kondisi baru, termasuk dalam menyelenggarakan kegiatan keagamaan seperti pengajian. Tradisi ngaji yang biasanya dilakukan secara langsung dengan guru di masjid atau tempat ibadah lainnya, kini bergeser ke pengajian daring melalui berbagai platform media sosial.
Pengajian daring telah menjadi solusi bagi para kiai, ustadz, dan santri untuk tetap menjaga tradisi ngaji di tengah situasi yang membatasi pertemuan fisik. Meskipun terdapat perbedaan antara pengajian langsung dan daring, namun pengajian daring tetap memiliki nilai positif dan berpahala. Hal ini sejalan dengan hadits Nabi yang menyatakan bahwa orang yang menunjukkan kebaikan kepada orang lain akan mendapatkan pahala seperti orang yang melakukannya.
Meskipun pengajian daring memberikan akses luas bagi masyarakat untuk mengakses ilmu agama, namun tetap perlu diperhatikan kualifikasi dan keahlian guru yang memberikan pengajaran. Memastikan guru yang berkualitas akan membantu menjaga pemahaman agama agar tetap sesuai dengan manhaj ahlus Sunnah wal Jamaah.
Dalam konteks sanad keilmuan, pengajian daring juga menimbulkan pertanyaan tentang validitas sanad dan hubungan antara guru dan murid. Meskipun terdapat metode pengambilan riwayat hadits yang berbeda, namun ilmu yang didapat melalui pengajian daring dapat dianggap sebagai metode mendengar dari guru jika informasi yang diterima terbukti valid dan jelas.
Sebagai kesimpulan, pengajian daring merupakan salah satu upaya untuk tetap menjaga tradisi ngaji di tengah pandemi. Meskipun terdapat tantangan dan pertanyaan terkait validitas sanad dan kualifikasi guru, namun dengan selektif memilih guru yang tepat, pengajian daring dapat memberikan manfaat dan pencerahan dalam memahami agama. Semoga pengajian daring tetap menjadi sarana untuk menuntut ilmu agama dengan baik di masa yang serba digital ini.