Outsourcing, atau yang sering diartikan sebagai “alih daya”, merupakan praktik di mana suatu perusahaan menyerahkan aktivitas tertentu kepada pihak lain yang memiliki keahlian khusus dalam bidang tersebut. Dalam konteks kebutuhan akan karyawan terampil di bidang elektronik, kerja sama antara perusahaan dengan lembaga pendidikan atau lembaga jasa tenaga kerja menjadi hal yang umum terjadi.

Ada dua model kerja sama yang umum terjadi antara perusahaan dan lembaga pendidikan. Pertama, kerja sama atas nama lembaga pendidikan binaan, di mana perusahaan dapat merekrut alumni tanpa kontrak kerja tetap. Kedua, kerja sama atas penyediaan tenaga kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan, di mana perusahaan harus menyerap lulusan dari lembaga pendidikan yang telah dipesan sebelumnya.

Kerja sama dengan lembaga jasa tenaga kerja juga menjadi pilihan ketika perusahaan tidak dapat bekerja sama dengan lembaga pendidikan atau ingin mendapatkan tenaga kerja langsung siap pakai. Penyaluran tenaga kerja melalui lembaga jasa ini sering kali melibatkan kontrak yang mengatur pembayaran gaji tenaga kerja.

Namun, beberapa persoalan muncul dalam praktik outsourcing ini, seperti eksploitasi pekerja, penyaluran tenaga kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan individu, dan perbedaan antara tenaga kerja legal dan ilegal. Hal ini terutama terjadi ketika penempatan pekerja tidak sesuai dengan keahlian yang dimiliki.

Dalam konteks akad outsourcing, ada beberapa bentuk akad yang digunakan dalam praktik ini. Salah satunya adalah akad syirkah mufawadlah fasidah, di mana terdapat kesamaan modal, pembagian keuntungan, dan pengelolaan usaha antara perusahaan dan pihak lain. Namun, akad ini juga rentan digunakan untuk kejahatan seperti perdagangan orang.

Perlu pemahaman yang lebih mendalam tentang akad outsourcing ini agar praktiknya dapat dilakukan dengan adil dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Dengan demikian, praktik outsourcing dapat memberikan manfaat yang optimal bagi semua pihak yang terlibat.